Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Akibatnya jika Kedubes AS Pindah dari Tel Aviv ke Yerusalem

Kompas.com - 16/01/2017, 19:17 WIB

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Salah satu rencana presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, memindahkan kantor Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem makin mendapatkan penentangan.

Wacana pemindahan kedutaan AS dari Tel Aviv itu mengemuka sejak beberapa bulan terakhir. Trump secara  terbuka juga telah mengatakan bahwa dirinya mendukung 100 persen, sebagai salah satu bentuk komitmen hubungan baik antara Washington dan Israel.

Menteri Luar Negeri Perancis, Jean-Marc Ayrault, menyebut rencana pemindahan kantor Kedubes AS ke Yerusalem sebagai 'provokasi'.

Ayrault juga menyebutnya sebagai 'ancaman' terhadap upaya mewujudkan solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Berbicara pada akhir pertemuan perdamaian Timur Tengah di Paris, Minggu (15/1/2016), Ayrault mendesak Trump untuk tidak menerapkan rencana ini sebelum perundingan damai putaran baru disepakati.

Ayrault menegaskan bahwa pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem 'akan memicu gelombang kekerasan baru' di Timur Tengah.

Masyarakat internasional, termasuk AS, hanya mengakui Tel Aviv sebagai ibu kota Israel dan semua kantor kedutaan asing berada di kota ini.

Namun pemerintah Israel telah menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota mereka, yang mencakup Yerusalem Timur, yang ditetapkan Palestina sebagai ibu kota negara masa depan.

Status Yerusalem adalah salah salah masalah paling kompleks dan paling sensitif dari keseluruhan konflik antara Israel dan Palestina.

Dalam beberapa hari ini, wacana ini makin kuat setelah sumber di tim transisi Trump kepada satu stasiun televisi Israel mengatakan bahwa Duta Besar AS yang baru akan tinggal dan berkantor di Yerusalem, meski kantor di Tel Aviv akan tetap buka.

Sebelumnya, tim transisi Trump mengatakan, pemindahan kantor kedutaan ke Yerusalem akan menjadi salah satu prioritas setelah Trump resmi dilantik sebagai presiden AS pada 20 Januari.

Dikatakan, ini adalah jalan tengah untuk memuaskan kelompok kanan di Israel yang mendesak pemindahan kantor Kedubes AS ke Yerusalem dan mencegah kontroversi bagi yang menentang langka ini karena pada dasarnya AS 'tetap punya kantor kedutaan' di Tel Aviv.

Presiden Otorita Palestina, Mahmoud Abbas, mengatakan, pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem 'otomatis akan mematikan proses perdamaian dan menghapus peran AS sebagai penengah yang jujur'.

Hubungan Israel dan pemerintah Presiden Barack Obama beberapa kali 'mengalami gangguan' dan yang terbaru adalah ketika Washington abstain dari pemungutan suara di PBB dan meloloskan resolusi yang mengecam pembangunan permukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan, seperti di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

Tindakan ini membuat PM Israel Benjamin Netanyahu 'marah besar' dan mengeluarkan 'peringatan pribadi' kepada Dubes AS untuk Israel, Dan Saphiro.

Ini untuk pertama kalinya sejak 1979, PBB mengeluarkan resolusi yang isinya menegaskan bahwa pembangunan permukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur 'tak memiliki landasan hukum, jelas-jelas melanggar hukum internasional, dan menjadi kendala bagi solusi dua negara dalam kaitan menyelesaikan masalah Israel-Palestina'.

Pengganti Obama, Trump, sudah menegaskan akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang pro-Israel.

Setelah PBB mengeluarkan resolusi, melalui Twitter, Trump 'meminta Israel agar tetap kuat menghadapi masalah ini' dan menyebut tanggal 20 Januari tak lama lagi, tanggal ia dilantik sebagai presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com