NEW YORK, KOMPAS.com — Aktivitas Donald Trump di kerajaan bisnis yang ia jalankan berpotensi memicu konflik kepentingan ketika resmi dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat.
Trump memiliki bisnis, baik di dalam AS sendiri maupun di sedikitnya 25 negara, termasuk Indonesia, yang kesemuanya berada di bawah payung usaha The Trump Organization.
Sebagai kepala eksekutif atau kepala pemerintahan, tentu ia bisa mengeluarkan keputusan-keputusan, baik yang bersifat domestik maupun internasional, yang menguntungkan kerajaan bisnisnya, seperti dikatakan sejumlah politikus dari Partai Demokrat.
Sebagian besar penerimaan bisnis Trump berasal dari pembangunan berbagai properti dan lapangan golf, tetapi ia juga menjual nama Trump ke sejumlah pengusaha properti di berbagai negara.
Sebagai presiden, ia dibolehkan tetap berbisnis. Namun, berdasarkan pengalaman masa lalu, presiden yang memiliki perusahaan akan menyerahkan pengelolaannya ke badan yang biasa disebut blind trust.
Ini semacam perwalian atau administrator independen yang menjalankan perusahaan demi mencegah konflik kepentingan.
"Blind trust inilah yang akan memegang uang dan aset Trump selama ia menjabat sebagai presiden, dan Trump tak punya suara atas uang dan aset tersebut," kata analis risiko Stephanie Hare kepada BBC, Rabu (11/1/2017).
"Yang kita ketahui sejauh ini adalah payung usaha Trump akan dijalankan oleh dua anaknya. Artinya masih ada hubungan langsung antara Trump dan berbagai usaha yang dikendalikan dua anaknya. Situasi ini bisa berpotensi memicu konflik kepentingan," ujar Hare.
Di mana saja kepentingan bisnis Trump?
Di Indonesia
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.