Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Kisah Hlaing Min dan Bagaimana ASEAN Mengecewakannya

Kompas.com - 05/01/2017, 13:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Ketika saya pertama kali membaca cerita yang ditulis AP dan akhirnya bertemu dengan Hlaing Min, saya terkejut bukan hanya soal jarak yang sangat jauh yang harus ditempuh dalam kisah ini, tetapi juga bagaimana ASEAN telah mengecewakan buruh-buruh nelayan ini.

Obsesi merkantilisme melalui penyatuan pasar lewat AEC atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menjadikan ASEAN sebagai pasar yang sangat besar , dengan 650 juta orang, telah mengabaikan kebutuhan para pekerja yang berketerampilan rendah atau tidak memiliki keterampilan seperti Hlaing Min.

Dengan hampir tidak adanya proteksi hukum, beberapa dari 6,7 juta laki-laki dan perempuan Asia Tenggara yang melewati perbatasan untuk mencari pekerjaan telah menjadi korban eksploitasi.

Dampak kemanusiaan dari pengabaian ini – beberapa menganggapnya sebagai keterlibatan dalam suatu kejahatan – sangat mengejutkan.

Hlaing Min akhirnya dipulangkan kembali ke Myanmar dan menemukan sebuah negara yang telah mengalami transformasi: “Segala sesuatu berbeda. Setiap orang memiliki telepon genggam dan dimana-mana terdapat mobil dan motor.”

Sayang, keluarganya bercerai-berai, istrinya bekerja di Thailand, anak perempuannya yang berumur lima tahun tinggal bersama neneknya di Moulmein dan ibunya hidup susah di Myawaddy dimana tidak terdapat banyak kesempatan.

Meski Hlaing Min tidak memiliki pekerjaan penuh waktu, determinasi, daya tarik dan keahlian bahasanya membuktikan bahwa dia pernah menjadi salah satu pemimpin dari ratusan orang yang sebelumnya bekerja sebagai budak di Benjina. Hingga kini mereka masih berjuang untuk mendapatkan upah yang belum mereka terima.

Dia juga telah membantu cerita dan reportase Ceritalah Asean, kelancarannya bercakap Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang sangat berharga.

Hlaing Min mengakui bahwa penderitaannya diperburuk oleh kegagalan pemerintah militer sebelumnya. Tidak ada keraguan dalam pikiran saya bahwa jika ASEAN tidak melakukan sesuatu terhadap keadaan pekerja-pekerjanya yang tidak atau hanya memiliki keterampilan rendah di wilayahnya, maka kisah perih seperti yang Hlaing Min alami, hanya akan menjadi norma.

Selain itu, kejadian ini juga telah menunjukan bagaimana tujuan dari “ASEAN Berfokus Pada Rakyat” hanyalah suatu kepura-puraan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com