Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

BPO dan Bagaimana Filipina Ungguli Tetangga ASEAN-nya

Kompas.com - 29/12/2016, 12:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Business Process Outsourcing (BPO) telah memberikan pekerjaan bagi 1,3 juta warga Filipina dan menyumbang penerimaan negara hingga 25 miliar dollar AS. Untuk 2017, BPO ditargetkan akan menghasilkan devisa yang jauh lebih besar dari remitansi—sumber penerimaan negara penting lainnya.

Bank Dunia bahkan memperkirakan penerimaan Filipina yang bersumber dari BPO ini akan melonjak hingga 50 miliar dollar AS dan memberikan pekerjaan bagi 2,6 juta warga pada 2020.

Apa itu BPO? BPO adalah bisnis layanan alih daya--melakukan suatu pekerjaan dari perusahaan lain. Sebagai contoh, untuk memberikan dukungan teknis bagi para pelanggannya, sebuah perusahaan perangkat lunak di California menyerahkan saluran langsung layanan pelanggan (customer service hotline) kepada sebuah perusahaan call center di Asia Tenggara.

Contoh yang bagus tentang bagaimana BPO bekerja adalah seperti yang terjadi di industri keuangan. Bank-bank seperti JP Morgan, HSBC, dan Goldman Sachs sudah sejak lama mengalihkan pekerjaan, seperti pengolahan data tingkat rendah, ke negara-negara seperti Filipina dan India.

Tren mengalihdayakan pekerjaan ke perusahaan lain ini terus meningkat pasca-Krisis Keuangan Global 2009 yang menimpa bank-bank di Eropa dan Amerika Utara, di bawah ketatnya pengawasan regulasi dan tekanan biaya pada masa itu, mulai dari proses "off-shoring" yang semakin kompleks fungsinya dalam pengelolaan risiko dan kecurangan, portofolio, serta penyusunan model keuangan.

Sementara itu, India mengklaim sebagai pemain terbesar dunia di dalam bisnis outsourcing ini dan Filipina yang mayoritas penduduknya mahir berbahasa Inggris dan berpendidikan adalah pesaing kuatnya-- lebih unggul dari para kompetitor lain di ASEAN.

Filipina sesungguhnya mencatatkan lonjakan pertumbuhan yang spektakuler dari penjualan properti, otomotif, dan pengeluaran konsumen. Pada sepuluh bulan pertama 2016, penjualan mobil tumbuh sebesar 24,5 persen menjadi 292.502 unit, tidak seperti penjualan mobil Malaysia yang anjlok 13,9 persen.

Tetapi bagaimana industri BPO ini menguntungkan warga kebanyakan Filipina?

Arnie V. Villarta ("Eru") adalah seorang agen BPO berusia 28 tahun dari provinsi Bulacan. Eru yang berasal dari keluarga petani padi, belajar ilmu psikologi di Central Luzon State University di Nueva Ecija.

Ia mengakui betapa beruntungnya dia. "Saya tidak akan berada di sini jika bukan karena salah satu kakak saya. Keluarga kami tidak kaya tetapi kakak saya adalah seorang agen BPO jauh sebelum saya, dan dia panutan saya. Dia juga telah banyak membantu saya dan membayar biaya kuliah saya ketika itu diperlukan."

"Kakak saya selalu mengatakan bahwa menjadi agen BPO bukanlah akhir dari tujuan hidupnya. Tapi kamu dapat memanfaatkan pekerjaan ini untuk mencapai apa yang kamu inginkan. Dia selalu ingin menjadi guru dan saat ini dia sedang menekuni pekerjaan yang dipilihnya di Abu Dhabi."

Lebih dari setahun yang lalu, Eru dan temannya, merasakan lelah dengan kehidupannya yang sulit di Manila. Keduanya lantas memutuskan untuk pindah ke kota Iloilo di Visayas – kampung halaman temannya.

Ketika masih tinggal di Manila, Eru harus bangun pukul 06.00 setiap pagi, berangkat pukul 07.00 menuju tempat kerjanya yang hanya berjarak lima kilometer, dan mulai bekerja pada pukul 09.00.

Ia bercerita, "Mendapat bus cukup susah karena banyak orang yang juga pergi bekerja. Jika saya tidak bisa mendapatkan bus sekitar pukul 07.30, saya pasti akan terlambat. Meskipun kantor hanya berjarak lima kilometer, saya harus mengatur waktu dua jam untuk perjalanan pulang dan pergi."

KARIM RASLAN Epifanio de los Santos Avenue (EDSA) adalah jalan utama di sekitar Metro Manila, lebarnya hampir 24 km. Wilayah ini sering padat sepanjang hari oleh penumpang yang ingin menuju sekitar kota.
Sebaliknya, di Iloilo Eru hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit menggunakan komuter setiap kali berpergian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com