Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebun Mawar Aleppo Disulap Jadi Pemakaman buat Orang Tercinta

Kompas.com - 22/12/2016, 22:14 WIB

ALEPPO, KOMPAS.com - Sambil berdiri di dekat satu makam di taman yang berdampingan dengan rumahnya di permukiman Hamidiyeh di kota Aleppo, Suriah utara, Muhammad Fahid melantunkan ayat-ayat suci Al Quran.

Sambil mengusap wajahnya, Fahid berkata, "Ini adalah makam istri saya," seperti dilaporkan Xinhua, Kamis (22/12/2016).

Fahid menujuk batu nisan di satu makam di bagian tengah tempat yang biasanya menjadi taman. Sebelum krisis bertahun-tahun di Suriah, bunga mawar biasa ditanam di banyak kebun di Aleppo.

Namun, ketika hantu kematian mulai mengambili nyawa selama perang, kebun itu menjadi makam.

Lebih dari 20 kebun telah menjadi kompleks pemakaman di Aleppo, karena angka kematian sangat tinggi, sampai orang harus mencari tempat lain untuk tempat peristirahatan terakhir keluarga mereka yang tewas.

Fahid menambahkan, istrinya meninggal pada 2013 akibat stroke, dan setelah memeriksa tiga pemakaman resmi, ia tak bisa menemukan tempat untuk memakamkan jenazah istrinya.

Ia juga menghadapi kesulitan untuk sampai ke pemakaman itu sebab sebagian jalan dikuasai oleh oposisi atau berada di medan tempur. Ia pun memutuskan untuk mengubur jenazah istrinya di dekat rumah mereka.

"Setiap hari saya bangun untuk melihat ke makamnya dari balkon dan membaca ayat-ayat Al Quran untuk arwahnya sambil mengenang hari-hari menyenangkan kami bersama," katanya.

Di Hamidiyeh, ada dua kebun, yang dipisahkan oleh jalan, dan kedua kebun tersebut dipenuhi kuburan.

Diselimuti salju

Buat orang dewasa, itu sekarang menjadi pemakaman, tapi buat anak-anak di permukiman tersebut, itu masih seperti kebun, dan nisan kuburan tak menghalangi mereka bermain di dalam kompleks itu, terutama saat salju menyelimuti Aleppo.

Pada Rabu (21/12), anak-anak berlarian di antara kuburan; mereka membuat bola salju dan saling melempar, seakan-akan kuburan tersebut adalah mawar di kebun.

Pemandangan itu sangat luar biasa mengingat kondisi tempat tersebut. Sebab, kuburan biasanya berkaitan dengan kesedihan, ketakuran, dan burung gagak.

"Sejak awal krisis, orang tak memiliki akses ke pemakaman resmi, jadi mereka mulai mengubur keluarga mereka yang meninggal di kebun," kata Alaa Addien Durbas, makelar barang tak bergerak yang memiliki kantor di kebun di Hamidiyeh.

"Dulu ada kebun yang dipenuhi pohon dan setelah krisis, semuanya telah menjadi tempat pemakaman," katanya.

Tetangganya, Muhammad Abyad, pedagang pakaian bayi, mengatakan, kebun itu dinamakan Kebun Hamidiyeh, tapi sekarang tempat tersebut menjadi Pemakaman Syuhada, sebab kebanyakan orang yang tewas adalah korban perang.

"Selama krisis jumlah orang yang tewas telah bertambah dan tak ada tempat untuk menguburkan mereka, jadi fenomena ini telah mulai," katanya.

Ia mengatakan orang mulai menguburkan kerabat mereka di Kebun Hamidiyeh, kuburan demi kuburan sampai tempat tersebut penuh, sehingga orang pindah untuk menguburkan orang yang meninggal di kebun lain.

"Ke mana pun anda pergi sekarang di Aleppo, hampir semua kebun telah berubah menjadi pemakaman," katanya.

Aleppo termasuk di antara kota besar yang paling parah dilanda krisis di Suriah, jika bukan yang paling parah, dan pemandangan kehancuran memenuhi tempat itu.

Kota tersebut telah terpecah antara wilayah gerilyawan di bagian timur kota, dan pemerintah di bagian barat.

Setelah satu serangan baru-baru ini, militer memulihkan hampir semua bagian timur, tapi tragedi tetap terjadi, saat ribuan cerita disampaikan mengenai penderitaan yang telah dirasakan kota tersebut dan warganya, dan kebun kuburan adalah salah satunya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com