Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iran Kembangkan Kapal Nuklir untuk Tanggapi Sanksi AS

Kompas.com - 14/12/2016, 15:47 WIB

TEHERAN, KOMPAS.com - Iran memerintahkan para ilmuwannya, Selasa (13/12/2016), untuk mulai mengembangkan sistem kapal bertenaga nuklir.

Hal itu dilakukan sebagai respons atas apa yang disebutnya pelanggaran Amerika Serikat terhadap kesepakatan nuklir yang diteken bersama enam kekuataan dunia pada tahun 2015, sebagaimana dilaporkan Reuters, Rabu (14/12/2016).

Pakar nuklir mengatakan, langkah Presiden Iran Hassan Rouhani itu, jika dilancarkan, kemungkinan memerlukan Iran mengembangkan uranium hingga ke tingkat di atas yang disepakati dalam kesepakatan untuk menenangkan kekhawatiran terkait pengembangan bom atom Teheran.

Pengumuman Rouhani itu menandai tanggapan nyata pertama Teheran terhadap keputusan Kongres AS pada November 2016 untuk memperluas sejumlah hukuman terhadap Teheran, yang juga akan membuatnya lebih mudah menjatuhkan kembali hukuman, yang dicabut dalam kesepakatan itu.

Gedung Putih mengatakan bahwa mereka mengetahui akan hal itu dan menyatakan bahwa Rouhani mengatakan segala pekerjaan terkait kapal itu akan dilakukan dalam batasan kesepakatan Iran.

"Pengumuman dari pihak Iran hari ini tidak melanggar kesepakatan internasional untuk mencegah Iran memiliki sebuah senjata nuklir," kata juru bicara Gedung Putih Josh Earnest dalam konferensi berita.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS John Kirby mengatakan bahwa AS meyakini Lembaga Energi Atom Internasional (IAEA), yang memantau lokasi nuklir Iran, akan mampu menganalisa kepatuhan Iran terhadap kesepakatan itu.

"Terdapat banyak yang tidak kami ketahui terkair hal itu, apa arti hal itu," kata Kirby, mengacu kepada pengumuman Rouhani, dalam pengarahan berita pada Selasa.

Kegiatan nuklir laut adalah "usaha besar bagi negara mana pun" dan diperkirakan memerlukan waktu puluhan tahun untuk berhasil, tambahnya.

Rouhani menjelaskan teknologi itu sebagai sebuah "mesin nuklir untuk digunakan dalam kendaraan laut," namun tidak mengatakan apakah itu hanya kapal atau juga dengan kapal selam.

Teheran mengatakan pada 2012 bahwa mereka mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir pertama mereka.

Pernyataan Rouhani dapat memicu ketegangan dengan Washington, yang memanas dikarenakan Presiden terpilih AS Donald Trump berjanji untuk menyingkirkan kesepakatan itu, yang mencabut sanksi terhadap Iran jika Iran menghentikan aktivitas nuklirnya.

Rouhani juga memerintahkan perencanaan produksi bahan bakar untuk kapal-kapal bertenaga nuklir "yang sejalan dengan pengembangan program nuklir damai Iran".

Namun, di bawah kesepakatan Nuklir yang dicapai oleh Iran dengan AS, Perancis, Inggris, Rusia dan China (anggota tetap Dewan Keamanan PBB) serta Jerman (anggota tidak tetap DK PBB), mereka tidak diperbolehkan untuk mengembangkan uranium di atas tingkat kemurnian 3,67 persen selama 15 tahun, sebuah tingkat yang diperkirakan cukup untuk menjalankan kapal.

"Dengan dasar pengalaman internasional, jika Iran menjalankan proyek (penggerak nuklir) itu, mereka perlu meningkatkan tingkat pengembangannya," kata Mark Hibbs, pakar nuklir dan petinggi dari Sumbangan untuk Perdamaian Internasional Carnegie.

Pengembangan

"Itu intinya, karena Iran akan mengusahakan peningkatan pengembangan non senjatanya itu maka kesepakatannya menjadi rentan," kata Hibbs.

Dia menunjuk bahwa sejumlah negara dengan armada laut dan program nuklir yang lebih mutakhir telah mengerjakan reaktor penggerak selama puluhan tahun. Teknologi yang demikian kemungkinan memerlukan uranium yang dikembangkan hingga tingkat kemurnian 20 persen.

Sumber dari Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan kepada kantor berita RIA bahwa pengkajian perintah Rouhani menunjukkan bahwa dia hanya menyebutkan terkait pengembangan unit penyedia tenaga untuk kapal.

Meski demikian pengkajian itu tidak terkait dengan bukanlah uranium murni itu sendiri, jadi "berbicara secara langsung" ini tidak akan menyalahi kesepakatan nuklir.

Namun, sumber itu membenarkan bahwa kapal yang demikian biasanya memerlukan tingkat uranium yang dilarang dalam kesepakatan.

Edwin Lyman, pakar nuklir dari Persatuan Ilmuwan Khawatir dari Washigton, mengatakan pengembangan sebuah reaktor untuk bahan bakar kapal nuklir akan memerlukan waktu setidaknya sepuluh tahun.

"Namun, itu adalah pengembangan yang disayangkan. Kami sangat khawatir terhadap masa depannya (kesepakatan nuklir) di bawah pemerintahan Trump dan tanda-tanda pengikisannya harus ditangggapi dengans erius dan dibahas segera oleh komunitas internasional," kata Lyman kepada Reuters.

Rouhani menuduh AS dalam sebuah surat yang dikeluarkan oleh kantor berita IRNA yang menyebut mereka tidak memenuhi komitmennya dalam kesepakatan itu.

"Dengan adanya keputusan kongres AS terbaru untuk memperluas Langkah Sanksi Iran itu, Saya memerintahkan Organisasi Energi Atom Iran untuk merencanakan desain dan pembangunan penggerak nuklir untuk digunakan dalam kendaraan laut," katanya.

Anggota Kongres AS mengatakan perluasan langkah itu tidak menyalahi kesepakatan nuklir itu.

Langkah tersebut, Kongres menambahkan, hanya memberikan wewenang kepada Washington untuk kembali menjatuhkan sanksi terhadap Iran jika mereka melanggar pakta.

Washington mengatakan bahwa mereka telah mencabut seluruh sanksi yang diperlukan di bawah kesepakatan Juli 2015 lalu yang ditandatangani oleh Iran dengan sejumlah negara kuat di dunia.

Langkah Rouhani menyusul pernyataan terbaru dari Pemimpin Besar Iran Ayatollah Ali Khamenei dan sekutu garis kerasnya, yang mengkritik kegagalan kesepakatan itu untuk memberikan perkembangan ekonomi di Iran.

Khamenei mengatakan pada bulan lalu bahwa perpanjangan sejumlah sanksi Kongres AS jelas merupakan pelanggaran dan Republik Islam itu "pasti akan bereaksi".

Belum ada tanggapan langsung dari IAEA di Vienna, yang memantau kegiatan nuklir Iran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com