Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Praktik Sunat Perempuan Masih Terjadi di Singapura, Mengapa?

Kompas.com - 22/11/2016, 07:44 WIB

"Ini adalah sesuatu yang diharuskan bagi kami dalam Islam," katanya.

Lakukan dulu, bertanya kemudian

"Jika (sunat perempuan) dilakukan, orang itu akan mendapat pahala ekstra. Namun jika tidak dilakukan, orang itu tidak dianggap berdosa atau menentang aturan dalam Islam," kata Dr Maznah Mohamad dari Departemen Kajian Melayu, Universitas Nasional Singapura.

Namun, menurut Maznah, masyarakat masih takut dianggap melawan Islam jika mereka tidak menyunat anak perempuan mereka.

Filzah Sumartono, seorang aktivis yang berperan sebagai koordinator bagian hak kesetaraan gender di LSM Aware, menilai sunat perempuan bermakna mendalam bagi perempuan dan tubuhnya.

"Kita mulai berusaha mengendalikan tubuh perempuan sejak anak-anak. Itu adalah tanda bagi seorang anak bahwa tubuhnya bukan miliknya, tapi milik komunitas," kata Filzah.

"Seorang anak berusia dua pekan tidak tahu apa-apa. Bagaimana dia memberi persetujuan atau tidak?" timpal Zarifah.

Menurut Zarifah, semua perempuan muslim Melayu di Singapura yang dia kenal telah menjalani sunat. Dan semuanya tidak tahu sampai mereka bertanya kepada orang tua masing-masing.

"Orang tua seharusnya bertanggung jawab atas keselamatan anak mereka, praktik ini benar-benar bertolak belakang. Ada bagian dalam diri saya yang menyesal telah bertanya karena sekarang saya tahu bahwa tubuh saya bukan punya saya," ujarnya.

Tapi tidak semua orang sepakat dengan sikap tersebut.

"Ada banyak hal yang dilakukan orang tua tanpa persetujuan anak mereka, karena cinta dan demi kebaikan si anak," kata Siti (bukan nama sebenarnya), seorang pembantu rumah tangga berusia 28 tahun.

"Orang tua mana yang sengaja mencelakai anak mereka sendiri?" tanya Siti, yang mengalami sunat sewaktu kanak-kanak.

Siti berargumen bahwa dia tidak akan tahu perbedaan jika dia tidak atau tetap menjalani praktik sunat. "Namun saya bisa merasakan apa yang perlu dirasakan. Itu tidak membuat keperempuanan saya berkurang."

Lepas dari perbedaan pendapat mengenai sunat perempuan, semua sepakat bahwa pemahaman akan praktik tersebut sangat diperlukan.

"MUIS harus menciptakan dialog mengenai topik ini untuk membantu memajukan komunitas dan melengkapi orang tua muda dengan pemahaman yang mereka perlukan demi membuat keputusan," kata Siti.

Soal dialog, Zarifah menggarisbawahi.

"Komunitas muslim Melayu perlu berdialog mengenai hal ini dan memahami serta menerima bahwa praktik ini melawan hak asasi perempuan. Saya menolak menerima bahwa perbincangan ini telah selesai."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com