Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/11/2016, 19:14 WIB
EditorErvan Hardoko

YANGON, KOMPAS.com - Lebih dari 1.000 rumah di sejumlah desa Rohingya dihancurkan di wilayah utara Myanmar yang kini dikendalikan militer itu.

Kesimpulan soal kehancuran itu diperoleh dari analisa citra satelit dari Human Right Watch (HRW) yang dirilis Senin (21/11/2016), yang langsung dibantah pemerntah.

Sejak serangan maut di perbatasan Myanmar-Banglades bulan lalu, pemerintah Myanmar mengerahkan militernya ke kawasan yang banyak dihuni etnis Rohingya.

Menurut catatan PBB, selama satu bulan terakhir sedikitnya 30.000 orang mengungsi akibat kekerasan yang berlanjut.

Separuh dari para pengungsi itu meninggalkan kampung halaman mereka hanya dalam dua hari ketika puluhan orang tewas ditembaki helikopter serbu milik militer Myanmar.

Sudah lebih dari 70 orang tewas dan  400 orang lainnya ditahan sejak militer mengendalikan dan menutup kawasan tersebut.

Sejumlah saksi mengaku melihat tentara membunuh dan memperkosa warga Rohingya serta menjarah lalu membakar rumah-rumah mereka.

Seorang pria Rohingya bernama Salaman mengatakan, dia ikut menguburkan jasad seorang pria dan wanita yang ditembak tentara di desa Doetan akhir pekan lalu.

"Tentara datang ke desa Doetan di pada tanggal 19 (November) sekitar pukul 17.00," ujar Salaman.

"Sebagian besar pria di desa kabur karena takut akan ditangkap dan disiksa. Lalu para tentara mulai menembak dan dua orang tewas," tambah Salaman.

Sementara itu, juru bicara kepresidenan, Zaw Htay mengabaikan citra satelit yang dibeberkan HRW.

"Apa yang kami saksikan di lapangan tidaklah seluas itu," kata Zaw Htay.

Dia juga membantah tentara telah melakukan pembunuhan membabi buta di desa Doetan.

"Baik pemerintah atau militer melarang keras pelanggaran HAM, khususnya terhadap anak-anak dan perempuan," tambah Htay.

Sayangnya, pemerintah Myanmar menolak para pengamat internasional datang ke negeri itu untuk melakukan investigasi menyeluruh.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com