RAMALLAH, KOMPAS.com - Warga di Palestina tak lama lagi akan mendapat kesempatan untuk melihat dari dekat sebuah kamar tidur kecil, yang menjadi tempat Yasser Arafat menghabiskan hari di tahun-tahun terakhir hidupnya.
Kamar berukuran lima meter persegi akan menjadi bagian utama dari Museum Arafat, yang akan dibuka untuk umum pada Kamis (10/11/2016).
Pembukaan museum ini sekaligus menandakan peringatan 12 tahun kematian sang pemimpin Pelestina itu.
Ruang kamar yang akan dipamerkan tersebut hanya terdiri dari sebuah tempat tidur kayu,lemari yang di dalamnya ada beberapa pakaian dan penutup kepala kotak-kotak.
Juga ada sebuah meja dengan lampu baca, sejadah, dan sebuah lukisan karya anak bungsu Arafat, Zahwa.
Arafat menghabiskan tiga tahun terakhir hidupnya di tempat tidur yang berada di lantai dasar sebuah gedung di Ramallah. Tempat itu juga dikenal dengan nama Muqata.
Israel membatasi pergerakan Arafat, sehingga dia hanya berdiam di dalam bangunan itu sejak 8 Desember 2001. Arafat dituduh mendalangi kekerasan pemberontakan pada saat itu.
Arafat tetap bersembunyi di tempat itu hingga 29 Oktober 2004, ketika Israel mengizinkan dia untuk melakukan perjalanan ke Perancis untuk perawatan medis darurat.
Dua minggu kemudian, Arafat menghembuskan nafas terakhir. Dia meninggal dunia di usia 75 tahun akibat penyakit misterius.
Baca: Akankah Penyelidikan Kematian Yasser Arafat Berlanjut?
Kamar tidur yang sebagian besar belum terjamah sejak kematian Arafat, bertempat di sayap Muqata yang terhubung ke bangunan utama museum seluas 2.600 meter persegi.
"Cerita Arafat adalah cerita Bangsa Palestina yang berjuang untuk kebebasan dan kemerdekaan," ungkap Nasser Kidwa, keponakan Arafat yang menjadi Kepala Yayasan Arafat, seperti dikutip AP.
Museum itu menyusuri jejak hidup Arafat, yang disebut dilahirkan di Kota Tua Yerusalem pada 4 Agustus 1929. Sementara, ada pula yang menyebut dia dilahirkan di Gaza atau di Kairo, Mesir.
Di dalamnya dipajang beragam barang milik Arafat, seperti radio tua yang digunakannya ketika dia melakukan perjuangan bawah tanah di Tepi Barat, usai Israel merebut wilayah itu di tahun 1967.
Ada pula kacamata terakhir milik Arafat, sejumlah pena, dan kertas-kertas berisi tulisan tangan Arafat.
Juga ada sebuah pistol yang tetal dia simpan di dalam laci meja kerjanya di kantor.
Selain itu, museum ini menyusuri sejarah Bangsa Palestina, termasuk tentang "naqba" atau catastrophe.
"Naqba" merupakan istilah untuk mendeskripsikan perpindahan ratusan ribu warga Palestina yang melarikan diri atau dipaksa pergi dari rumah mereka dalam perang dengan Israel di tahun 1948.
Di dalam museum ini juga diabadikan hasil perjanjian damai dengan Israel tahun 1993, di Oslo.
Juga ditampilkan sejarah penyakit Arafat, kematian, hingga pemakamannya di Ramallah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.