Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Ohio Begitu Bertuah dalam Pemilihan Presiden AS?

Kompas.com - 05/11/2016, 08:43 WIB

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Nate Hardy tengah menyapu daun-daun musim gugur yang berserakan di luar sebuah gereja kecil di Montpellier, Ohio, AS.

Sambil menyapu, Nate melayani pertanyaan seputar pemilihan presiden AS yang akan digelar pada Selasa (8/11/2016).

Saat ditanya siapa yang akan menjadi presiden AS berikutnya, Nate sudah memiliki jawaban yang pasti.

"Trump. Dia akan memenangkan pemilihan. Itu yang perlu Anda tahu," ujar Nate kepara wartawan.

Ternyata pandangan Nate nampaknya menjadi pendapat sebagian besar warga di Williams County. Di tempat ini satu dari tiga rumah memasang papan nama Trump/Pence di beranda depan mereka.

Kondisi ini semakin mengukuhkan bahwa negara bagian Ohio sangat penting dalam pemilihan presiden AS.

Seorang kandidat tak akan memenangkan pemilihan presiden jika tak menang di Ohio. Dan, Trump nampaknya mendapatkan dukungan besar di negara bagian ini.

Dan sejarah mendukung. Tak ada kandidat dari Partai Republik yang bisa melenggang ke Gedung Putih tanpa dukungan Ohio, sejak Abraham Lincoln 150 tahun lalu.

Sementara, dalam rentang waktu yang sama hanya dua kandidat Partai Demokrat yang sukses tanpa dukungan Ohio yaitu John F Kennedy dan Franklin Delano Roosevelt.

Dengan catatan sejarah ini, maka di setiap pemilihan presiden, Ohio menjadi barometer bagi peluang kandidat dan arah suara pemilih.

Tahun ini, "mood" pemilik suara di Ohio cenderung mengarah ke Donald Trump. Enam dari delapan jajak pendapat terakhir di Ohio selalu memenangkan Trump dan dua jajak pendapat lain berakhir imbang.

Dengan hanya menyisakan empat hari lagi sebelum pemungutan suara, salah seorang pakar statistik ternama di AS, Nate Silver menyebut, Trump memiliki peluang hingga 67 persen untuk sukses di Ohio.

Dean Brown (70), pensiunan insinyur dan anggota Asosiasi Senjata Api Nasional, memberikan pendapatnya soal Donald Trump.

"Dia (Trump) memang terlihat tak terkendali, tetapi orang seperti itulah yang dibutuhkan AS saat ini," kata Brown.

Salah satu keprihatinan Brown adalah arus imigrasi yang tak terkendali, yang lalu dia kaitkan dengan Islam dan terorisme.

"Obama memaafkan semua orang dan hal berikutnya yang akan kami alami adalah sesuatu yang mirip 9/11. Kami membutuhkan seseorang yang kuat," kata Brown.

"Jika kita membuat pintu imigrasi tanpa kendali termasuk untuk negara-negara yang dikenal dengan terorismenya, dan Anda melihat anak-anak muda sehat di antrean pengungsi, saya selalu berpikir mereka adalah sel-sel tidur. Ini tidak baik," tambah dia.

Selain itu, suasana anti-kemapanan juga semakin kental terasa di Ohio. Simaklah pendapat dari Dave Anderson, seorang pensiunan, yang mengaku akan memberikan suaranya untuk Trump.

"Dia bukan bagian dari politisi Washington. Mereka memiliki cara sendiri untuk melakukan ini semua, tetapi mereka melakukannya untuk diri mereka sendiri," kata Dave.

Bagi Dave, memilih Hillary Clinton sama saja dengan memilih orang yang sama dengan para pemimpin AS sebelumnya.

"Bagi saya Hillary mewakili Obama. Mereka sudah memerintah delapan tahun, beberapa hal bagus tetapi lebih banyak yang buruk. Ini saatnya perubahan," tambah dia.

Dave sangat tak suka dengan program Obamacare, yang mencoba memberikan layanan kesehatan murah bagi jutaan rakyat AS.

Dia menyebut program ini sebagai sebuah sistem kesehatan sosialis.

"Lihat Kanada memiliki sistem serupa, juga hampir di seluruh Eropa, tetapi nyatanya sistem itu tidak berjalan," tambah Dave.

Namun di kawasan perkotaan Ohio seperti Columbus, Cleveland, dan Cincinnati, nama Trump kurang populer. Namun, nama Hillary juga tak lebih baik.

Pemerintah Ohio mengizinkan digelarnya pemilihan awal, artinya di sini pemungutan suara sudah dimulai sepanjang Oktober.

Sejauh ini, jumlah pemberi suara di daerah-daerah yang dimenangkan Obama pada 2012 menurun drastis.

Nampaknya, jumlah warga Afrika-Amerika di Ohio yang memberikan suara belum mencapai jumlah yang sama saat mereka memilih Obama delapan tahun lalu.

Sementara, di kawasan yang dalam pemilu terakhir memenangkan kandidat Partai Republik menunjukkan peningkatan pemilih.

Bendahara Partai Republik Ohio, Tracey Winbush mengklaim, dukungan kuat dari warga akar rumput Ohio terhadap Trump belum pernah dialami partainya selama beberapa tahun terakhir.  
"Rakyat memberikan pertandanya sendiri. Mereka membuat slogan sendiri. Mereka menciptakan kampanye Trump-Pence sendiri. Benar-benar independen," ujar Tracey.

Namun, bukan berarti pendukung Hillary tak ada di negara bagian ini. Di sisi utara Ohio, terlihat dua atau tiga papan bertuliskan Clinton-Kaine. Salah satunya adalah milik Joshua Mathers (29).

"Saya akan memilih Hillary. Dia suka membantu dan berada di sekitar anak-anak," ujar Joshua.

Kesempatan besar bagi Hillary kemungkinan besar adalah masalah Trump dengan beberapa orang perempuan yang muncul dari masa lalunya.

Pensiunan insinyur, Dean Brown mengatakan, istrinya terang-terangan tak mau memilih Trump, tetapi dia juga tak menyukai Hillary.

Dan pendapat semacam ini sangat umum di kalangan perempuan, khususnya di Ohio.

"Saya tak ingin keduanya memenangkan pemilihan presiden," kata Karen Randall, yang sedang duduk di taman bersama putrinya Jodie.

"Trump seperti anak-anak tukang 'bully' di sekolah. Dia gemar menuduh Hillary dan menggali semua kesalahannya. Namun, dia juga menyembunyikan banyak kebusukan," ujar Karen.

Namun, Karen juga tak ingin memberikan suaranya untuk Hillary dalam pemilihan presiden pekan depan.

"Hillary sudah terlalu lama di pemerintahan dan tak ada perubahan. Jadi apakah akan ada perubahan jika dia menjadi presiden?" tanya Karen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Mirror
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com