Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ericssen
Pemerhati Politik

Pemerhati Politik Amerika, Politik Indonesia, dan Politik Elektoral

Hillary Clinton Favorit Menangi Pilpres AS

Kompas.com - 27/10/2016, 18:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Dua belas hari menjelang pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) yang akan digelar 8 November, aroma Gedung Putih mulai dirasakan calon presiden (capres) Partai Demokrat, Hillary Clinton.

Enam belas tahun setelah meninggalkan Istana Kepresidenan AS itu sebagai Ibu Negara, istri mantan Presiden AS, Bill Clinton, ini menjadi favorit kuat untuk mengukir sejarah sebagai presiden wanita pertama negeri Paman Sam.

Performa gemilang di tiga debat dan skandal demi skandal yang terus mendera lawannya Donald Trump menempatkan Hillary unggul konsisten 5-6 poin dalam sebulan terakhir.

Apa sajakah faktor yang menjadikan Hillary sebagai unggulan?

Mengenal Swing State

Setiap 50 negara bagian di AS memiliki jumlah electoral votes proporsional berdasarkan jumlah penduduknya. Namun, sebenarnya hanya segelintir negara bagian yang memainkan peranan penting di pilpres AS.

Walaupun mempunyai electoral votes yang besar, California (55 electoral votes), Texas (38), dan New York (29), kandidat tidak akan menghabiskan waktu untuk berkampanye di sana. Alasannya, negara-negara bagian ini adalah negara bagian yang sudah solid atau hampir pasti dimenangi oleh capres dari partai tertentu.

California dikenal sebagai basis pemilih liberal yang merupakan kantong suara Partai Demokrat. Capres Demokrat selalu memenangi California di enam pilpres terakhir. Hal sama juga berlaku untuk Texas yang merupakan basis Partai Republik yang didominasi pemilih beraliran konservatif.

istimewa Peta Politik Electoral College AS per 26 Oktober 2016. Biru = Hillary Clinton (Demokrat) – Merah = Donald Trump (Republik) Warna biru tua serta merah tua adalah negara-negara bagian yang sudah solid berada di tangan masing-masing capres.
Hillary Clinton maupun Donald Trump hanya akan berkampanye di negara bagian berwarna biru muda, merah muda, sejumlah negara bagian berwarna biru sedang, merah sedang, serta abu-abu.

Inilah negara-negara bagian yang sering disebut swing state yang menentukan siapa yang akan memenangi 270 electoral votes yang dibutuhkan untuk memenangi pilpres.

Ada 15 swing states yang menjadi kunci penentu siapa penghuni baru Gedung Putih tanggal 20 Januari 2017: Arizona, Colorado, Florida, Georgia, Iowa, Maine distrik ke-2, Michigan, Nebraska distrik ke-2, Nevada, New Hampshire, North Carolina, Ohio, Pennyslvania, Virginia, dan Wisconsin.

Sejauh ini berdasarkan peta politik terakhir, Hillary unggul di 8 negara bagian, sedangkan Trump hanya memimpin di Georgia. Sisanya 6 adalah toss up atau hampir berimbang.

“Blue Firewall”

Alasan utama Hillary menjadi favorit di electoral college adalah “Blue Firewall”. “Blue Firewall” merujuk ke 18 negara bagian plus ibu kota Washington DC yang selalu memilih capres Demokrat di enam pilpres terakhir.

Negara-negara bagian ini jika ditotal berjumlah 242 electoral votes. Hillary hampir pasti akan memenangi negara-negara bagian ini. Artinya, sebelum hasil pemilu dihitung, Hillary sudah mengantongi 242 dan hanya perlu 28 lagi.

Ditambah tiga negara bagian yang dalam dua pilpres terakhir memilih Barack Obama, Virginia, Colorado, dan New Mexico, Hillary menambah pundi-pundi electoral votes-nya menjadi 269.

Adapun Hillary selalu konsisten memimpin bahkan terkadang lebih dari 10 poin di tiga negara bagian ini. Meningkatnya populasi Hispanik yang dikenal pro-Demokrat melesatkan keunggulan Hillary di Colorado dan New Mexico.

Di Virginia sendiri, suara-suara Demokrat ditopang oleh populasi beraliran liberal di bagian utara Virginia yang berbatasan langsung dengan ibu kota Washington DC.

Angka 269 berarti Hillary secara logika tidak memerlukan swing state besar yang jauh lebih sulit dimenangi, seperti Ohio dan Florida. Hillary cukup meraih kemenangan tipis di swing state kecil, seperti New Hamsphire atau Nevada.

Mantan Menteri Luar Negeri ini konsisten unggul di survei-survei New Hampshire maupun Nevada. Bahkan di New Hampshire, Hillary unggul hingga 8-10 poin.

Secara garis besar Hillary memiliki jalur yang lebih mudah untuk meraih kemenangan. Jika dia gagal memenangi negara bagian tertentu, selalu ada negara bagian lain yang dapat menjadi pintu menuju angka 270.

Sebaliknya posisi Trump sangat terjal. Kemenangan di swing state besar seperti Ohio dan Florida tidak menggaransi tiket Gedung Putih.

Mungkin saja Trump berhasil mengejutkan Hillary di Virginia atau Colorado atau di salah satu 18 negara bagian yang solid memilih Demokrat itu. Namun, berdasarkan angka survei dan sejarah politik, skenario kejutan ini hampir mustahil akan terjadi.

Peran krusial Pennsylvania

Negara bagian yang angka surveinya perlu terus diperhatikan hingga hari-H adalah Pennsylvania. Bisa dikatakan, Pennsylvania dengan 20 electoral votes-nya adalah “tipping state” atau negara bagian yang menjadi titik penentu bagi kedua capres.

Peranan Pennsylvania tidaklah pernah sepenting pilpres tahun ini. Pennsylvania menjadi swing state krusial  disebabkan karena Trump punya kesempatan emas untuk memenanginya. Capres Republik sebelumnya selalu kesulitan memenangi Keystone State.

Jadi apa yang menjadi daya tarik Trump? Negara bagian ini didominasi oleh pemilih berkulit putih yang kebanyakan tidak berpendidikan universitas.

Demografi pemilih berkerah biru (kelas pekerja) ini terpikat oleh gaya retoris populis Trump yang mengecam globalisasi dan perdagangan bebas yang mengakibatkan pekerja ini kehilangan pekerjaan, terutama di sektor manufaktur yang di-outsource ke luar AS.

Pennsylvania adalah titik kunci dari “Blue Firewall” atau benteng electoral college Hillary Clinton. Jika sampai Hillary gagal memenangi 20 electoral votes Pennsylvania, maka politisi berusia 69 tahun ini berpotensi kalah di swing states lain, seperti Iowa, Ohio, Michigan, dan Wisconsin yang jika terjadi akan menghancurkan benteng pertahanan Hillary.

Adapun negara-negara bagian yang bertetangga dengan Pennsylvania itu memiliki kemiripan demografi dengan Pennsylvania dan sering disebut Rust Belt States yang mengacu sebagai pusat manufaktur dan industri AS.

Rust Belt States adalah negara-negara bagian yang berpotensi dimenangi Trump dengan gaya retoris populisnya. Jika mendekati hari pemilu, Trump berhasil memotong keunggulan Hillary atau bahkan melampauinya di survei, maka tim kampanye Hillary perlu segera menekan tombol waspada atau mempersiapkan kemenangan melalui jalur electoral votes lain.

Apa faktor lain?

Faktor-faktor lain yang mendukung kemenangan Hillary adalah kuatnya tim kampanyenya dibanding dengan pasukan Trump yang hampir tidak memiliki organisasi kampanye akar rumput (ground game) di sejumlah swing states krusial.

Umumnya di negara-negara bagian yang ketat, seperti Ohio, Florida, capres dengan pasukan lapangan yang lebih kuat yang mampu menarik perhatian pemilihlah yang meraih kemenangan.

istimewa Prediksi Electoral College Penulis per 26 Oktober 2016 Keterangan: Biru = Hillary Clinton (Demokrat) – Merah = Donald Trump (Republik)
Hillary juga unggul jauh dalam hal pengumpulan dana kampanye yang berperan penting untuk terus menjalankan iklan-iklan kampanye politik televisi di swing states.

Sementara itu, Trump mengalami kesulitan untuk meningkatkan “ceiling” perolehan suaranya yang mandek di angka 38-40 persen sejak pemilihan pendahuluan (primary).

Taipan realestat ini memang didukung kuat oleh pemilih Republiken berkulit putih yang tidak berpendidikan universitas. Namun, dia juga tidak kunjung mendapat dukungan konstituen penting Republik lain, yaitu pemilih wanita kulit putih berpendidikan universitas dan pemilih kulit putih suburban.

Dua kelompok pemilih yang merasa “jijik” dengan tingkah laku Trump ini hampir pasti akan mengalihkan dukungan ke Hillary.

Tanpa dukungan dua konstituen ini, pebisnis berusia 70 tahun tersebut memerlukan dukungan suara yang sangat besar dari pemilih kulit putih tidak berpendidikan universitas, sebuah skenario yang sangat berat.

Satu-satunya teori jika Trump secara mengejutkan berhasil menang adalah eror besar yang terjadi dalam survei-survei pilpres. Namun, sepanjang sejarah, hal ini belum pernah terjadi.

Selain itu, belum pernah terjadi di sejarah AS, capres mana pun yang sudah tertinggal hingga 5-6 poin dengan sisa kurang lebih 2 pekan sebelum pemilu berhasil melancarkan “comeback” memenangi pilpres.

Tentunya masih ada ketidakpastian walau sedikit, di sisa 12 hari balapan sengit ini. Ketidakpastian lebih disebabkan oleh pemilih mengambang yang tidak kunjung memutuskan pilihannya.

Jumlah pemilih mengambang ini lebih besar dari pilpres-pilpres sebelumnya, yang dalam hal ini masih ada 15 persen berbanding 5 persen pada pilpres 2012.

Tidak populernya kedua capres dan adanya capres partai ketiga seperti menjadi alasan tingginya jumlah pemilih yang belum tahu pilihannya.

Hillary Clinton konsisten unggul sejak Konvensi Nasional Partai Demokrat. Walau diguncang sejumlah masalah mulai dari pneumonia, Yayasan Clinton hingga e-mail yang dibocorkan Wikileaks, Hillary terbukti berhasil meredamnya dan tidak goyah sedikit pun.

Setelah gagal 8 tahun lalu, kelihatannya tahun ini memang adalah tahunnya Hillary. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah seberapa besar skala kemenangan yang akan dipetiknya.

Penulis sendiri memprediksi, Hillary akan menang 5-6 poin atau bahkan lebih. Kita semua akan tahu jawabannya dalam hitungan hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com