Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Raja Bhumibol Wafat, Apa yang Akan Terjadi di Thailand?

Kompas.com - 13/10/2016, 13:57 WIB

BANGKOK, KOMPAS.com - Kondisi terakhir Raja Thailand Bhumibol Adulyadej (88) hingga saat ini belum diketahui, selain kabar terakhir yang menyatakan sang raja dalam kondisi tidak stabil.

Pihak istana kerajaan dan BBC News mengabarkan, raja yang paling lama bertahta di dunia itu dirawat sejak Minggu (9/10/2016) akibat gagal ginjal.

Selama 10 tahun terakhir, kondisi kesehatan raja yang sudah berkuasa sejak 1946 itu terus menurun. Dan tahun ini untuk pertama kalinya dokter meminta Raja Bhumibol "dibebaskan" dari tugas-tugas kenegaraan.

Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, apalagi undang-undang Thailand melarang adanya rencana suksesi atau membicarakan kesehatan raja secara terbuka.

Pasalnya, kondisi semacam ini sangat berpotensi untuk memicu ketegangan antara militer dan putra Raja Bhumibol, Pangeran Vajiralongkorn dan sang putri, Maha Chakri Sirindorn.

Para pengamat asing dan lokal menilai peluang Pangeran Vajiralongkorn (64) untuk menduduki tahta jika Raja Bhumibol mangkat sangat besar.

"Menurut saya, pangeran (Vajiralongkorn) berpeluang besar menjadi raja. Saya tak melihat adanya penentangan soal ini. Junta (militer) sudah menegaskan berada di belakang sang pangeran," kata Kevin Howison, pakar politik Thailand dari Universitas Carolina Utara di Chapel Hill, AS.

Sementara itu, Serhat Unaldi, peneliti Jerman yang menulis buku tentang kerajaan Thailand berpendapat, posisi Vajiralongkorn sebagai raja di masa depan sudah dipastikan.

"Tak ada alternatif lain selain Vajiralongkorn. Berdasarkan aturan suksesi kerajaan, dia adalah pewaris tahta yang sah," kata pengarang buku Working Towards the Monarchy: The Politics of Space in Downtown Bangkok itu.

Bagaimana dengan militer?

Militer Thailand adalah salah satu angkatan bersenjata yang paling "hobi" melakukan kudeta.

Sejak sistem monarki absolut dihapus pada 1932, militer sudah melakukan 19 kali kudeta dengan 12 di antaranya berakhir sukses.

Secara teknis sistem monarki absolut sudah mati di Thailand, tetapi referendum yang digelar pada Agustus lalu secara resmi memperkuat posisi militer dalam pemerintahan.

PM Prayut Chan-O-Cha, jenderal angkatan darat yang memimpin kudeta pada 2014 setelah pemerintahan Yingluck Shinawatra gagal menghadapi tuduhan korupsi.

Kudeta tersebut, secara praktis mengubah sistem pemerintahan Thailand dan saat ini negeri tersebut tak memiliki parlemen permanen serta belum berencana menggelar pemilu hingga tahun depan.

Sebagai ganti parlemen, junta militer membentuk Badan  Legislatif Nasional yang memiliki 220 anggota.

Meski hanya bersifat non-permanen badan legislatif ini memiliki pengaruh cukup besar, misalnya membentuk konstitusi sementara.

Di dalam konstitusi sementara itu tertulis bahwa perdana menteri ditunjuk raja meski harus melalui resolusi dari badan legislatif.

Aturan inilah yang membuat Jenderal Prayut Chan-O-Cha, yang saat ini menjadi perdana menteri, sangat berkepentingan terhadap sosok pengganti Raja Bhumibol kelak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com