Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Davao, Tanah Kelahiran Duterte

Kompas.com - 08/09/2016, 17:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Kota Davao tak sekadar tanah kelahiran Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Baginya, Davao adalah pentasnya, pencapaian politiknya, dan seperti yang digambarkan blogger asal Davao, Carlos Munda dari MindaVote bahwa seperti kisah Superman, Davao adalah "Fortress of Solitude" Duterte.

Duterte telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk menghidupkan kembali kawasan Mindanao di Selatan Filipina. Bahkan terkadang susah untuk memisahkan mitos tentang dia membawa senjata dan mengendarai taksi di tengah kota dari realita Davao.

Malam, pada 2 September 2016, sebuah bom meledak di Pasar Malam Roxas yang populer di Davao. Bom yang diduga diledakkan kelompok teroris Abu Sayyaf ini menewaskan empat belas warga sipil dan melukai sekitar tujuh puluh dua warga. Serangan bom jelas untuk menantang keberhasilan kota yang telah dicapai selama ini.

Namun bom ini juga terbaca sebagai sebuah serangan langsung terhadap “hukum dan ketertiban” yang dibangun Duterte demi melancarkan ambisinya mendorong pembangunan di luar Manila.

Dengan sederetan kios penjual baju bekas, penjaja gorengan, dan sebuah kedai es krim yang populer, Mang Danny, Pasar Malam Roxas adalah simbol yang menawarkan suasana dan kondisi masyarakat yang tenang dan damai, tanpa ada perlawanan.

Baru-baru ini, saya menjumpai Bonifacio Tan, Presiden Kamar Dagang Davao City yang mengungkapkan pendapatnya terhadap Duterte. “Pendekatan Duterte sangat pragmatis dalam menjalankan roda ekonomi. Anda perlu menjaga stabilitas kedamaian dan ketertiban tatanan masyarakat terlebih dahulu. Niscaya yang lain-lainnya akan menyusul kemudian.”

Semenjak memegang jabatan Wali Kota Davao sejak 1988, tidak ada yang meragukan keberhasilan Duterte dalam menata budaya warga sipil yang kuat di kotanya. Kedisiplinan yang dibangun ini terasa kontradiktif dengan kenyataan yang ada di kota lain di Filipina.

Misalnya, lewat regulasi yang menuai kontroversi, seperti larangan merokok dan minum minuman keras di area publik. Termasuk juga mengenai peraturan anti-jual beli dan narkoba, serta pembunuhan di luar jalur hukum yang sangat populer dikenal masyarakat di penjuru kota.

Kebijakan tersebut memang berperan dalam kesuksesannya menembus Malacanang setelah berhasil dengan gaya kampanye gerilyanya yang luar biasa pada pemilu presiden kemarin.
Di salah satu kawasan termiskin, saya menjumpai seorang sesepuh daerah, Mang Remy, yang berusia tujuh puluh satu tahun. Dia seorang pengagum Rodrigo Duterte.

Kepada saya dia bertutur, “Davao City saat ini penuh kedamaian. Padahal sebelumnya sangat semrawut. Saya ingat pernah berbincang dengan Walikota Duterte sebelum dia terpilih menjadi Presiden dan dia berkata ’Pare (Saudaraku), saya akan mengubah sistem’. Dari pernyataan itu, saya sangat yakin bahwa Walikota Duterte mampu melakukan perubahan yang sama untuk seluruh Filipina.”

Selain dari taktik kontroversialnya yang mengemuka, penekanan Duterte ada pada keamanan untuk meningkatkan kepercayaan publik dan investor. Hal ini mendorong pada pembaruan perkotaan, efisiensi administrasi, dan pembangunan infrastruktur yang telah dinikmati Davao selama beberapa dekade terakhir.

Pada dasarnya, Duterte berusaha untuk membuat kotanya aman dan ramah bisnis dengan harapan bahwa segala sesuatunya berada di tempat yang semestinya. Hingga saat ini, strategi tersebut tampaknya telah membuahkan hasil.

Serangan bom jelas bertujuan untuk menggoyahkan dan menantang sejauh mana efektifitas metode Duterte dalam menegakkan hukum dan perdamaian di Filipina. Akankah mantan Walikota mampu menjalankan komitmennya di tingkat negara seperti yang dilakukannya di tanah kelahirannya?

KARIM RASLAN Karim di Pasar Malam Roxas, Davao, lokasi pengeboman 2 September.
Menanggapi peristiwa pengeboman itu, respons Duterte sangat tegas dengan menyatakan, "Negara dalam kondisi darurat nasional dikarenakan kekerasan tanpa hukum.” Dia menaikkan tensi konfrontasinya dengan kelompok Abu Sayyaf sembari mencoba langkah perdamaian dengan satuan bersenjata lain di Filipina.

Namun, retorika gagah Presiden Filipina yang populer dengan kelas pekerja ini “terkena batunya” ketika rencana pertemuannya dengan Presiden AS Barrack Obama di sela-sela KTT ASEAN di Laos, tiba-tiba dibatalkan sepihak oleh pihak Amerika.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com