Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Laoya, Desa Para "Jomblo" di China

Kompas.com - 31/08/2016, 18:37 WIB

Peran makcomblang

Belum memiliki pasangan hidup bukan berarti Xiong tak pernah jatuh cinta terhadap seorang perempuan. Dia bahkan mengaku sudah pernah berpacaran.

"Saya pernah pacaran sebelumnya, tetapi tidak berhasil. Ia mengeluh bahwa desa saya tidak baik untuknya, terutama jalanannya," kenang Xiong.

Dia melanjutkan, pertemuannya dengan kekasihnya itu difasilitasi seorang makcomblang. Xiong masih mengingat jelas sosok perempuan yang pernah dicintainya itu.

"Tingginya hampir sama dengan saya, tidak terlalu gemuk atau terlalu kurus. Ia cukup terbuka," kata dia.

Para perempuan Laoya, seperti di desa-desa lain di seluruh China, pergi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Provinsi Anhui, Shanghai, memiliki daya pikat tersendiri bagi para perempuan desa. Di kota metropolitan itu, mereka bisa menemukan pekerjaan jauh lebih baik dan sering kali juga mendapatkan suami.

Beberapa di antara para perempuan itu pernah kembali lagi ke kampung halamannya, tetapi tentu saja dalam keadaan sudah menikah.

Para pria dan wanita yang tinggal

Para laki-laki juga ikut meninggalkan desa, tetapi biasanya hanya untuk bekerja dan tidak mencari istri. Beberapa orang tinggal di kampung halaman untuk mengurus orangtua sesuai dengan tradisi China.

Xiong Jigen memutuskan untuk tinggal di kampung halaman demi merawat pamannya yang sudah berusia renta.

"Ia tak akan mendapatkan makanan jika saya tinggalkan. Ia tak bisa pergi ke pantai jompo," tutur Xiong saat bercerita tentang pamannya.

Kewajiban generasi muda untuk merawat orangtua tetap merupakan bagian penting dari kehidupan keluarga di China.

Presiden Xi Jinping telah berbicara tentang bagaimana ia meyakini tidak ada sesuatu yang terbangun lebih kuat dari pertalian keluarga.

Bahkan, baru-baru ini Pemerintah Shanghai mengeluarkan aturan yang menyebut bahwa anak-anak akan mendapat hukuman jika tak mengunjungi orangtua mereka.

Walaupun banyak perempuan Laoya yang memutuskan untuk meninggalkan desanya, beberapa di antara mereka lebih memilih untuk tinggal, salah satunya adalah tetangga Xiong, Wang Caifeng.

Wang (39) merupakan seorang petani yang memiliki dua anak dan seorang suami.

"Kampung halaman adalah yang terbaik. Tentu saja saya lebih memilih tinggal di sini," kata Wang.

Lalu, bagaimana masa depan seperti apa yang ia harapkan bagi kedua anak perempuannya? Saat ini, mereka masih bersekolah yang harus dicapai dengan berjalan kaki selama lebih dari satu jam.

Hanya satu harapan Wang yaitu kedua putrinya itu tetap tinggal bersamanya saat beranjak dewasa.

Namun, salah seorang putrinya, Fujing (14), ingin menjadi seorang dokter dan tentu saja untuk meraih cita-citanya, gadis itu tak bisa terus tinggal di Laoya.

Sebenarnya "dunia luar" tak terlalu jauh dari desa Laoya. Jalan untuk menghubungkan desa itu dengan kota kecil terdekat tak terlalu jauh dan bisa dicapai dengan menggunakan sepeda, yang juga dimiliki Xiong.

Namun, Laoya tetap terasa berada di kawasan terpencil. Bahkan, rumah baru Xiong, yang dibangun tiga tahun lalu, tak cukup untuk membujuk para perempuan untuk tinggal di desa itu.

Laoya bukanlah satu-satunya desa bujangan di Negeri Tirai Bambu. Hal tersebut menggambarkan dilema kehidupan pedesaan di China, keterikatan dengan tanah, ketimpangan jumlah laki-laki dan perempuan, serta kewajiban untuk merawat yang lebih tua.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com