Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mempertahankan Minat Remaja Asing Belajar Bahasa Indonesia

Kompas.com - 17/08/2016, 14:01 WIB
Caroline Damanik

Penulis

MELBOURNE, KOMPAS.com – Minat belajar Bahasa Indonesia di kalangan anak muda Australia disebut menurun dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah universitas di beberapa negara bagian di Australia bahkan sampai menutup program kajian Indonesia atau Bahasa Indonesia karena minimnya peminat.

Di Monash University, jumlah mahasiswa yang ikut kelas Kajian Indonesia pada semester pertama 2016 sebanyak 84 orang, terdiri dari Kelas 1 yang diikuti sekitar 20 orang, Kelas 3 sekitar 35 orang, Kelas 5 sekitar 17 orang, dan Kelas 7 sekitar 12 orang.

Sebagian besar peserta kelas ini adalah para mahasiswa yang mengikuti program double degree, misalnya mahasiswa Fakultas Hukum yang juga mengambil gelar untuk Bahasa Indonesia. Jumlah ini kalah jauh dibanding dengan peserta kelas Kajian Jepang atau China.

“Dibandingkan dengan Kajian China atau Jepang, mereka mahasiswanya banyak sekali, ratusan bahkan ribuan,” ungkap Yacinta Kurniasih, dosen Kajian Indonesia di Monash University, yang ditemui setelah mengajar pada akhir Mei 2016.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Yacinta Kurniasih sedang mengajar para mahasiswa asal Australia di Kelas 5 Kajian Indonesia di Monash University, Victoria, Australia.
Meski hanya 84 orang, Yacinta mengatakan, jumlah generasi muda Australia di Monash University yang mengikuti kelas Kajian Indonesia tergolong masih banyak dibandingkan di tempat lain. Hanya saja, jumlah ini memang menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Trennya sama. Saat ini merupakan titik terendah angka peminat dalam kurun waktu 50 tahun Bahasa Indonesia diajarkan di lembaga pendidikan formal di Australia, mulai dari sekolah dasar hingga universitas.

“Waktu besar-besarnya itu tahun 2000-an, itu banyak mahasiswa yang ikut. Kemudian ada peristiwa politik dan mispersepsi antar dua negara itu yang membuat jumlah mereka turun,” ungkap Yacinta.

Menurut Yacinta, hubungan politik Indonesia dan Australia yang naik turun selama ini memengaruhi minat generasi muda Australia dalam belajar Bahasa Indonesia. Hal itu, lanjutnya, diperparah oleh sikap para petinggi dan politisi Australia yang merasa tak penting untuk belajar Bahasa Indonesia.

Akibatnya, tidak ada kebijakan pemerintah Australia yang mendukung keberlangsungan pembelajaran Bahasa Indonesia di institusi pendidikan Australia.

“Ada kekosongan kebijakan dan kepemimpinan dalam hal pengajaran bahasa dan budaya Asia secara umum dan Indonesia secara khusus. Ini masalah nasional yang besar dan serius untuk Australia. Ada semacam mentalitas monolingual Inggris yang dimiliki oleh pemimpin dan masyarakat umum yang memengaruhi guru dan anak-anak di sekolah,” katanya.

“Tidak ada penguatan dan pengayaan untuk program bahasa Asia di Australia. Meski saya harus puji ada kebijakan New Colombo Plan, jadi pemerintah Australia memberikan banyak beasiswa kepada generasi muda Australia untuk pergi ke negara Asia, terutama Indonesia. Siapa yang tidak suka? Yang kurang adalah penguatan di Australia untuk memperkaya dan membesarkan program bahasa dan budaya Indonesia,” tuturnya kemudian.

Oleh karena itu, Yacinta mengaku sedang menanti komitmen dari pemerintah Australia untuk mewujudkan setiap ucapan yang disampaikan kepada publik bahwa Indonesia menjadi negara tetangga yang sangat penting bagi Australia. Penguatan itu, lanjutnya, harus dituangkan dalam bentuk aturan dan kerja sama formal dengan pemerintah Indonesia. Jika tidak, menurut dia, bukan tidak mungkin Bahasa Indonesia tidak akan lagi diajarkan di Australia pada sepuluh tahun mendatang.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Jeff, salah satu mahasiswa Australia yang mengikuti kelas Kajian Indonesia yang diajar oleh Yacinta Kurniasih di Monash University, Victoria, Australia.
“Misalnya kebijakan nasional di Australia harus jelas. Saya pikir, sekarang, masih di mulut saja bahwa Indonesia penting, tetapi berapa politikus Australia yang belajar Bahasa Indonesia?Jadi ada gap generasi pemimpin dan generasi mahasiswa saya,” ungkapnya.

Sebagai dosen, Yacinta kerap menanamkan pentingnya memiliki bahasa kedua kepada para mahasiswanya yang sebagian besar adalah warga Australia. Meski saat ini jumlah mahasiswa yang belajar Bahasa Indonesia hanya 84 orang dan tugasnya untuk mempromosikan Bahasa Indonesia menjadi berat, Yacinta tidak patah arang.

Selain merumuskan cara belajar bahasa Indonesia yang menyenangkan, para dosen juga harus menanamkan perspektif tentang hubungan dekat Indonesia dan Australia untuk menarik minat generasi muda Australia.

“Karena biasanya mereka berasal dari latar belakang monolingual, saya sering bilang ‘kamu ingin lebih menarik, tidak membosankan dan lucu, belajar bahasa kedua’. Lalu saya ajari, Australia dekat sekali dengan Asia, mau ke sana? Mau belajar tentang hukum di indonesia, mau jadi turis, belajar Bahasa Indonesia’,” ungkapnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com