Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pascal S Bin Saju
Editor

Wartawan, mendalami isu-isu internasional dan penyuka Sepak Bola

Efek Domino Brexit, Semua Bisa Repot

Kompas.com - 24/06/2016, 14:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Saat tulisan ini diturunkan, Jumat (24/6/2016) sore, hasil referedum Uni Eropa (UE) di Inggris sudah terlihat. Kubu Brexit – Inggris keluar dari UE – unggul!

Rakyat Inggris telah menentukan sikapnya. Mayoritas warga negeri itu, yakni 51,9 persen, memilih "leave" atau menginginkan Brexit.

Kubu "remain" yang dimotori Perdana Menteri Inggris David Cameron kalah dengan meraih 48,1 persen.

Rupanya mayoritas warga Inggris menginginkan negaranya keluar setelah 43 tahun bergabung dengan blok 28 negara yang terbentuk 60 tahun silam itu.

Hal itu berarti, dunia segera menyaksikan bubarnya pemerintahaan Inggris di bawah kepemimpinan Perdana Menteri David Cameron. Kanselir George Osborne juga dipastikan meletakkan jabatannya.

Kedua petinggi Inggris itu selama ini berkampanye dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan keanggotaan Inggris di UE.

Brexit juga diperkirakan akan menimbulkan kekacauan pasar UE dan bahkan dunia secara umum.

Dunia usaha di Inggris, Jumat, sudah memperlihatkan kepanikan mereka dengan melepas mata uang Inggris, poundsterling (pound). Warga pun beramai-ramai menukar uang mereka.

Mata uang Inggris telah merosot 9,5 persen dari nilai dollar AS, terburuk dalam 30 tahun terakhir. Pound juga ambruk 6 persen terhadap euro, dan euro merosot 4 persen dari dollar AS.

Kejadian lain bakal dibuat Dewan Eropa. Kepala Pemerintahan UE di Brussels, Belgia, ini dipastikan juga akan segera menggelar konferensi tingkat tinggi darurat terkait Brexit pada akhir Juni ini.

Inggris harus membentuk bagan kerja sama yang baru dengan UE sebelum mengumumkan resmi keluar dari UE. Misalnya terkait perdagangan, perbatasan, dan hubungan luar negeri.

Semua kebijakan UE terhadap Inggris dan warga negaranya tentu saja akan dibatalkan. Perlu diingat, Inggris adalah negara dengan populasi terbesar kedua di UE setelah Perancis.

Tentu saja negosiasi ulang tentang berbagai soal di atas bisa berlangsung bertahun-tahun dan takkan mudah. Mungkin akan menimbulkan guncangan politik dan ekonomi yang hebat.

Muncul pula kekhawatiran bahwa Brexit akan menimbulkan efek domino. Eksodus mungkin saja dilakukan oleh negara-negara lain di UE.

Efek domino itu bisa terjadi di Swedia, Yunani, atau negara mana saja di kawasan itu.
Ada alasan logis dan kuat untuk berpikir ulang. Jika mayoritas warga Inggris ingin meninggalkan UE, negara lain pun bisa saja mengikutinya.

Di Swedia misalnya. Sky News melaporkan, hasil jajak pendapat di Swedia menunjukkan dukungan yang kuat rakyatnya untuk tetap tinggal di UE jika Inggris memilih "remain" dan bukan "leave".

Kenyataan yang terjadi kini adalah mayoritas warga Inggris ingin keluar dari blok UE. Jika beberapa negara, atau sebagian negara anggota mengikuti Inggris, soliditas blok bagai telur di ujung tanduk.

Inggris dan Uni Eropa menjadi proposisi yang sangat berbeda untuk Swedia, yang melihat Inggris sebagai sekutu alami.

Kedua negara itu, Inggris dan Swedia, sama-sama bangsa pelaut dan memiliki banyak usaha pelayaran.

Mereka sama-sama memiliki outward looking policy yaitu mengusahakan produksi dalam negeri agar dapat diekspor dan dapat menjadi komoditi yang bersaing di pasar internasional. Keduanya berada di tepi Eropa dan tidak masuk dalam zona euro atau eurozone.

Swedia sering satu suara dengan Inggris dalam setiap pengambilan keputusan di UE. Inggris dilihat sebagai penyeimbang negara-negara besar dan kuat di UE, seperti Jerman dan Perancis.

Itu sebabnya, negara-negara lain, termasuk Swedia merasa sangat khawatir jika Inggris sampai keluar dan meninggalkan mereka di UE. Brexit bisa menjadi bencana bagi mereka.

Jauh sebelum referendum UE di Inggris digelar, Menteri Urusan UE Swedia, Ann Linde, telah secara terbuka mengakui khawatir jika negara sekutu tuannya itu keluar dari blok UE.

Linde mengatakan, seperti dilaporkan The Independent, Swedia akan melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mencegah Inggris keluar dari blok. Ia memperingatkan konsekuensi jika itu terjadi.

Namun, salah satu jajak pendapat di Swedia, seperti diberitakan Sky News, juga menunjukkan bahwa mayoritas warga ingin meninggalkan UE daripada bertahan di jika Inggris memilih keluar (Brexit).

Peneliti senior dari Swedish Institute for European Policy Studies (Sieps), Goran Von Sydow, mengatakan, keluarnya Inggris dari blok UE dapat menyebabkan pergeseran dalam cara rakyat Swedia memandang UE.

Dalam skenario terburuknya, Brexit berarti UE di ambang kehancuran. "Kasus terburuk adalah Brexit akan mengarah kepada akhir Uni Eropa," kata Sydow.

Setiap negara berbeda, mengingat jumlah variabel, dampaknya hanya dapat ditebak. Namun, Brexit pasti akan memiliki dampak yang luas di seluruh Eropa, bahkan mungkin di dunia.

Dukungan terhadap UE sebenarnya rapuh di banyak negara. Bahkan di negara-negara, seperti Swedia, yang sebenarnya memiliki dukungan kuat terhadap UE, Brexit bisa mengubah segalanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com