Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggunaan Air Tanah Tak Terkendali, Beijing "Tenggelam" 11 Cm Setahun

Kompas.com - 24/06/2016, 11:21 WIB

BEIJING, KOMPAS.com - Polusi udara dan badai pasir bukan satu-satunya ancaman yang harus dihadapi ibu kota China, Beijing. Kini satu ancaman baru harus segera ditangani yaitu tenggelamnya Beijing.

Penggunaan air tanah yang berlebihan membuat tanah di bawah kota itu runtuh. Akibatnya, sejumlah bagian kota Beijing, khususnya di distrik bisnis, setiap tahun ambles sedalam 11 sentimeter.

Kesimpulan itu diperoleh dari sebuah studi yang menggunakan citra satelit yang merekam sejumlah kawasan kota Beijing.

Para penggagas studi itu memperingatkan kondisi tanah ambles itu merupakan ancaman nyata bagi kota berpenduduk lebih dari 20 juta jiwa itu.

Studi soal amblesnya kota Beijing dipublikasikan dalam jurnal Remote Sensing dan didasari InSAR, sebuah tipe radar yang bisa memantau perubahan ketinggian permukaan tanah.

Studi ini disusun tujuh tim peneliti, termasuk tiga pakar yang memberi penjelasan kepada harian The Guardian, yaitu para pakar dari China, Chen Mi dan Li Xiaojuan; serta seorang insinyur Spanyol, Roberto Tomas.

"Kami saat ini sedang melakukan analisis rinci terkait dampak amblesnya tanah terhadap infrastruktur vital, seperti rel kereta cepat, di wilayah Beijing," ujar ketiga pakar itu lewat surat elektronik kepada Guardian.

"Kami berharap studi ini akan merangkum semua temuan yang akan kami publikasikan tahun ini," tambah emreka.

Studi itu menemukan bahwa hampir seluruh bagian kota Beijing tengah "tenggelam", tetapi yang paling parah kondisinya adalah distri Chaoyang, yang sejak 1999 dipenuhi gedung pencakar langit, jalan tol, dan pembangunan fisik lainnya.

Para pakar mengatakan, kecepatan penurunan tanah yang tak sama di seluruh wilayah Beijing dikhawatirkan menimbulkan bahaya untuk berbagai gedung dan infrastruktur lainnya.

Di Beijing dan sekitarnya diperkirakan terdapat puluhan ribu sumur air tanah, yang digunakan untuk keperluan pertanian.

Negara sebenarnya telah memiliki aturan penggunaan dan pembangunan sumur air tanah, tetapi aturan itu tidak konsisten diterapkan di lapangan.

"Ada sejumlah peraturan, tetapi penegakannya sangat meragukan," kata Ma Jun, direktur Institut Masalah Publik dan Lingkungan, Beijing.

Ma mengatakan, dia tak terkejut jika kecepatan penurunan tanah sangat cepat di distrik Chaoyang, sesuai dengan perkembangannya yang cepat selama beberapa dekade terakhir.

Ma memperkirakan, penurunan tanah akan terus merembet ke arah timur, sesuai dengan arah pengembangan kota Beijing.

Tahun lalu, pemerintah China meresmikan sebuah megaproyek yang ditujukan untuk mempersiapkan Beijing menghadapi krisis air bersih.

Pemerintah telah menyelesaikan pembangunan Saluran Air Selatan-Utara, sebuah jaringan kanal sepanjang 2.400 kilometer untuk mengalihkan 44,8 miliar kubuk air bersih ke ibu kota.

Jauh sebelum kanal itu mengirimkan air bersih, Beijing sudah mengurangi penggunaan air tanah. Pada Januari 2015, distrik Chaoyang berencana menutup 367 sumur untuk mengurangi penggunaan air tanah hingga 10 meter kubik.

Para pakar mengatakan, masih terlalu dini untuk mengatakan air yang dibawa kanal baru itu akan membantu Beijing memperlambat kecepatan penurunan permukaan tanah.

Sehingga, kekhawatiran terkait kerusakan gedung dan jaringan kereta api masih berlanjut. Demi mencegah anjloknya kereta api, pada 2015 sebuah studi merekomendasikan agar pemerintah melarang pembangunan sumur air tanah baru di dekat rel kereta cepat.

Menurut para peneliti Remote Sensing, sejumlah kota menghadapi masalah yang sama seperti Beijing. Mexico City tenggelam hingga 28 cm setiap tahun, demikian pula dengan Jakarta.

Sementara Bangkok, setiap tahun permukaan tanahnya menurun hingga 12 cm, lebih kurang sama dengan nasib yang dialami Beijing.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Guardian
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com