Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Tahun Mengajar di Kebun Sawit di Sabah, Guru-guru Ini Pulang Tanpa Kepastian

Kompas.com - 21/06/2016, 18:59 WIB

KINABALU, KOMPAS.com – Empat puluh dua guru Indonesia yang empat tahun ini mengajar di sekolah-sekolah terpencil di perkebunan sawit di Sabah, Malaysia, segera pulang ke Tanah Air.

Selama mengajar anak-anak di sekolah-sekolah Indonesia, yang orangtuanya bekerja sebagai buruh di kebun sawit di Sabah, para guru itu mengalami berbagai kesulitan hidup.

Kisah hidup mereka dituturkan di sela-sela acara pamitan dengan Konsul Jenderal RI di Kinabalu,  Akhmad DH Irfan, Selasa (21/6/2016).

Mereka datang ke Sabah pada 2012 dan langsung mengajar hingga Juni 2016. Mereka mendidik anak Indonesia di Sabah,  terutama kebun-kebun sawit di Distrik Kinabatangan, Kunak, Sandakan, Lahad Datu, Tawau,  dan kota Kinabalu, Sabah.

Irfan menyampaikan terima kasih kepada para guru atau pendidik yang telah mengabdikan dirinya untuk anak-anak Indonesia di Sabah.

Irfan mengatakan, “Dalam kegiatan belajar-mengajar di Sabah, menjadi guru bukanlah hal yg biasa dan mudah,” kata KJRI Kinabalu dalam keterangan kepada Kompas.com.

“Guru harus tinggal jauh di kebun sawit di daerah pedalaman dengan prasarana dan sarana terbatas. Bahkan air untuk keperluan sehari-hari sulit didapat dan lebih banyak menggunakan air hujan,”kata Irfan

“Oleh karenanya saya mewakili pemerintah RI di Sabah berterimakasih kepada para guru yang telah bertungkus lumus mengabdi selama empat tahun memberikan pembelajaran kepada siswa anak TKI,” ujar Irfan lagi.  

Sulit air bersih

Menurut Rohendi,  salah satu guru yang selesai bertugas, air bersih untuk mandi memang sulit didapat, apalagi air minum.

Memang tersedia air kemasan (gallon), tetapi harganya cukup mahal sehingga dia bersama teman-temannya harus selalu berhemat menggunakan air bersih untuk mengurangi pengeluaran.

Huda, guru lainnya, mengatakan, akibat kondisi sulitnya mendapat air, dia dan para pekerja di kebun sawit berinisiatif menampung air hujan.

Namun, mengingat alat penampungnya hanya berupa drum seadanya maka kebersihannya diragukan sehingga tak dipakai untuk konsumsi.

Seorang guru lainnya, Yunita Kurnia, ibu muda yang baru melahirkan, mengatakan,  medan tugas yang berat sebenarnya tidak menjadi masalah karena dirinya dan teman-temannya telah mendapatkan informasi sebelum diberangkatan.

Hal yang menjadi perhatian adalah masa depan pekerjaannya. Sebab, sampai kini dia belum mengetahui instansi mana yang akan menerimanya setelah kontrak kerja berakhir di Sabah.

Karena sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai pekerjaan setelah tiba di Indonesia, Yunita telah melayangkan surat lamaran ke berbagai sekolah dan kantor swasta mencari lowongan kerja baru.

“Saya memang gembira selesai bertugas di Sabah dan pulang ke kampung, apalagi menjelang hari raya Idul Fitri ini,” kata Yunita.

Tak da kepastian

“Namun, sebulan terakhir ini saya sedih karena belum ada satupun lamaran pekerjaan saya yang ditanggapi”, kata Yunita dengan pandangan mata menerawang.

Kenyataan yang dialami Yunita dan teman-temannya merupakan situasi yang menghantui setiap guru atau pendidik non-pegawai negeri sipil (PNS).

Keadaan ini tentu berbeda dengan guru PNS yang setelah masa penugasannya, mereka akan kembali untuk bekerja ke sekolah asalnya di Indonesia.

Sabah merupakan negara bagian terbesar ke dua di Malaysia, yang memiliki perkebunan sawit dengan total luasnya sekitar 72.631 km persegi, dan dihuni oleh sekitar 3,5 juta orang.

Saat ini terdapat sekitar 500.000 WNI/TKI berkerja di kebun kelapa sawit dan terdapat 50.000 orang merupakan anak-anak usia sekolah.

Pemeritah Indonesia melalui KJRI Kinabalu telah memberikan pelayanan pendidikan kepada sebanyak 23.780 anak ke Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) dan 212 pusat kegiatan belajar yang tersebar di seluruh Sabah.

Pemerintah Indonesia juga telah mengirimkan 314 guru untuk mengajar di seluruh sekolah, termasuk yang saat ini berpamit pulang ke Tanah Air.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com