Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Para "Algojo" Pembantai Ribuan Warga Tutsi Diseret ke Pengadilan...

Kompas.com - 11/05/2016, 13:59 WIB

PARIS, KOMPAS.com -  Serangan pertama terhadap suku Tutsi oleh suku Hutu di sektor Kabarondo, Rwanda dimulai sehari setelah Presiden Rwanda Juvenal Habyarimana tewas.

Pesawat yang ditumpangi Juvenal ditembak jatuh pada 6 April 1994.

Pada hari berikutnya, banyak warga Tutsi dan sebagian kecil Hutu yang mengungsi ke gereja di wilayah itu.

Sebelum serangan terjadi ada sekitar 3.500 pengungsi di tempat itu.

Pada pagi tanggal 13 April, Tite Barahirwa (64) dan  Octavien Ngenzi (58), menggelar pertemuan di sebuah stadion sepak bola tak jauh dari tempat pengungsian tersebut.

Saat itu, Barahirwa memerintahkan pasukan bersenjata Hutu untuk "mengejar dan membunuh etnis Tutsi" di seluruh kota, dan terutama yang mengungsi di gereja. Kecuali, perempuan Tutsi yang menikah dengan laki-laki Hutu.

Cerita itu muncul dari kesaksian di dalam dokumen pengadilan, yang diungkapkan salah satunya oleh saksi bernama Jovithe Ryaka.

Dia mengatakan, tak lama setelah pertemuan itu, beberapa ratus anggota milisi bersenjatakan parang, tombak, panah dan busur, serta gada berupaya merangsek masuk ke dalam gereja.

Selanjutnya, militer Rwanda muncul, dan kemudian menggunakan senjata organik macam mortir, bom dan granat, untuk menghancurkan tempat tersebut.

"Orang-orang terjatuh dan jatuh lagi," kata saksi lainnya, Jean-Bosco Muberuka.

Setelah pintu gereja terbuka, milisi dan tentara memasuki gereja untuk melanjutkan pembunuhan terharap mereka yang terluka, dan menarik keluar mereka yang masih hidup.

Para saksi menyebut, Barahirwa dan Ngenzi ada di lokasi saat peristiwa itu terjadi. Mereka bahkan memimpin "pemilahan" etnis.

Keduanya yang "memilih", mana yang harus dibunuh dan mana yang harus dilepas. Semua yang diidentifikasi sebagai warga Tutsi langsung dibunuh. 

Lebih lagi, di dalam dokumen pengadilan disebutkan, Barahirwa juga melakukan pembunuhan dengan tangannya sendiri terhadap beberapa korban.

Pengadilan
Dua mantan Wali Kota di Rwanda itu kini diseret ke muka pengadilan di Paris, Perancis, yang digelar, Selasa (10/5/2016). 

Keduanya dituduh menghasut dan mengambil bagian dalam pembunuhan massal etnis Tutsi, tahun 1994 tersebut.

Baik Barahirwa maupun Ngenzi dituduh melakukan genosida/kejahatan terhadap kemanusiaan, atas pembantaian sekitar 2.000 warga Tutsi yang mencari perlindungan di gereja di Kota Kabarondo.

Seperti diberitakan Associated Press, keduanya yang menyangkal tuduhan itu menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup, jika terbukti bersalah.  

Namun, lebih dari 100 korban, kerabat, dan saksi, yang beberapa di antaranya melakukan perjalanan dari Rwanda ke Perancis, diharapkan untuk bersaksi dalam persidangan delapan minggu di Paris.

Tak seperti biasa, berlangsungnya sidang ini direkam demi kepentingan sejarah.

Sementara, sidang pelaku genosida Rwanda merupakan kali kedua digelar di Perancis.

Dalam persidangan pertama di Perancis pada tahun 2014, Pascal Simbikangwa, mantan Kepala Intelijen Rwanda telah divonis bersalah karena kasus yang sama.

Dia dijatuhi hukuman 25 tahun penjara, dan lalu mengajukan banding.

Dengan mandat PBB, memungkinkan Perancis menjadi wilayah yurisdiksi universal untuk menggelar sidang terkait kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut.

Upaya penegakan hukum ini muncul setelah perjuangan selama bertahun-tahun dari sekelompok pegiat yang menuntut adanya keadilan dalam peristiwa tersebut. 

Kala itu, kelompok itu menyebut Perancis --yang dikenal dekat dengan pemimpin Hutu dari Rwanda, menutup mata atas pembantaian yang terjadi, dan membiarkan para pelaku hidup di Perancis tanpa hukuman.

Sedikitnya 800.000 orang yang mayoritas adalah dari etnis Tutsi dibunuh oleh kelompok Hutu. Genosida itu berlangsung dalam tempo tiga bulan di tahun 1994. Data ini muncul dari temuan tim investigasi PBB.

Sebelumnya, Barahirwa dan Ngenzi ditangkap di dua lokasi berbeda di wilayah Perancis, beberapa tahun silam. Mereka pun menjadi tahanan sejak penangkapan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com