NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Pemerintah Myanmar yang segera habis masa baktinya, mencabut jam malam yang sudah berlangsung selama empat tahun di negara bagian Rakhine.
Rakhine adalah negara bagian tempat konflik antara minoritas Muslim Rohingya dan warga mayorita Buddha terjadi dan mengakibatkan lebih dari 200 orang tewas beberapa tahun lalu.
Media pemerintah Myanmar mengabarkan, Presiden Thein Sein mencabut jam malam itu pada Senin (28/3/2016), setelah mendapatkan rekomendasi dari pemerintah setempat yang menilai jam malam sudah tak dibutuhkan lagi.
"Saya membaca (pencabutan jam malam) dari surat kabar. Saya belum tahu apakah ini akan berdampak baik atau buruk. Saya belum mau membicarakannya," ujar anggota parlemen Myanmar, Maung Kyaw Zin.
Pencabutan jam malam merupakan keputusan penting terakhir yang diambil Presiden Thein Sein, yang pada Rabu (30/3/2016) akan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan baru yang dimotori partai NLD pimpinan Aung San Suu Kyi.
Negara bagian Rakhine adalah tempat sebagian besar warga etnis Rohingya hidup. Selama ini, etnis Rohingya mendapatkan diskriminasi dari pemerintahan Myanmar.
Pemerintah Myanmar tak mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara dan menggambarkan mereka sebagai pendatang dari Banglades meski sebagian besar warga Rohingya mengaku sudah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
Sebagian besar warga Myanmar menyebut etnis Rohingya sebagai bangsa Bengali karena mereka diyakini masuk secara ilegal ke Myanmar dan hanya mau berkomunikasi dalam bahasa Bengali.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.