Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Afsel Bekukan Sementara Izin Perburuan Macan Tutul

Kompas.com - 14/03/2016, 07:00 WIB
JOHANNESBURG, KOMPAS.com - Untuk kali pertama dalam beberapa dekade, para pemburu kaya raya tak bisa lagi berburu macan tutul di Afrika Selatan setelah pemerintah negeri itu melarang perburuan kucing besar itu sepanjang 2016.

Institut Keanekaragaman Hayati Nasional Afrika Selatan (SANBI) merekomendasikan, pembekuan sementara perburuan macan tutul karena jumlah hewan itu di alam bebas belum dapat dipastikan.

"Ada ketidakpastian soal jumlah (macan tutul) dan ini bukan larangan permanen, kami membutuhkan lebih banyak informasi untuk menentukan kuota," kata John Donaldson, Direktur Riset SANBI.

Macan tutul adalah satu dari lima hewan yang paling didamba para pemburu selain singa, badak, kerbau liar dan gajah.

Namun, akibat perilakunya yang pemalu dan lebih aktif di malam hari maka jumlah kucing besar ini tak mudah untuk dihitung.

SANBI mengatakan, mereka mengambil kesimpulan soal data hewan ini dari berbagai studi dan dara dari kawasan lindung dan taman nasional, bukan tanah milik pribadi.

"Ada banyak macan tutul di tanah-tanah milik pribadi," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pemburu Profesional Afsel (PHASA), Tharia Unwin.

Tharia menambahkan, PHASA telah memberikan data jumlah macan tutul di tanah-tanah pribadi kepada pemerintah Afsel.

Tharia Unwin mengatakan, mereka yang ingin memburu macan tutul harus membayar sedikitnya 12.000 dollar AS atau sekitar Rp 156 juta.

Akibat keputusan pemerintah ini, beberapa anggota PHASA harus mengembalikan uang deposit perburuan macan tutul yang sudah dibayarkan para klien mereka.

Sebagian besar klien PHASA yang datang untuk berburu hewan-hewan liar biasanya berasal dari Amerika Serikat.

Memburu kelima hewan utama itu di Afrika Selatan legal secara hukum pada 1980-an, saat perburuan badak diperbolehkan kembali.

Menteri Lingkungan Hidup Afsel Edna Molewa adalah salah seorang tokoh yang mendukung industri perburuan hewan liar yang diperkirakan menyumbangkan 410 juta dollar AS per tahun untuk negeri itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com