Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Belum Berakhir, 250.000 Anak-anak Suriah Terancam Kelaparan

Kompas.com - 09/03/2016, 18:36 WIB
DAMASKUS, KOMPAS.com - Meski gencatan senjata sedang berlangsung di Suriah saat ini, sekitar seperempat juta anak-anak di negeri ini berisiko mengalami kelaparan.

Demikian disampaikan organisasi amal Save the Children, Rabu (9/3/2016), di saat hasil tak menentu membayangi pembicaraan damai yang akan berakhir.

Sekitar 486.700 orang di 18 kawasan berbeda di seluruh Suriah kini dalam pengepungan baik oleh pasukan pemerintah atau pasukan pemberontak.

Pengepungan itu membuat ke-18 daerah tersebut kesulitan bahan makanan, obat-obatan dan bahan bakar.

Ada harapan gencatan senjata yang mulai berlaku sejak 27 Februari lalu bisa menjadi titik balik yang memungkinkan organisasi amal mengakses kawasan yang terkepung.

Sejumlah konvoi bantuan sudah berhasil menyalurkan makanan dan obat-obatan untuk 150.000 orang sejak gencatan senjata diberlakukan.

"Bantuan sudah mencapai sejumlah daerah namun pengiriman berjalan tersendat dan inkonsisten," kata CEO Save the Children, Tanya Steele.

"Melihat anak-anak kelaparan dan sakit hanya sepelemparan batu dari gudang makanan sunggung menyakitkan dan sudah saatnya kita mengakhiri situasi ini," tambah Tanya.

Pihak pengepung biasanya hanya memmberi akses untuk konvoy individual yang biasanya hanya bisa membawa bantuan yang bertahan beberapa pekan.

Berita buruknya adalah, tak ada jaminan kiriman bantuan selanjutnya bisa terlaksana.

Dalam laporan yang dirilis pada Rabu (9/3/2016), dari 126 keluarga yang diwawancarai Save the children mengatakan tak jarang mereka tak makan sama sekali seharian.

Dan seperempat keluarga yang diwawancarai pernah kehilangan anak-anak mereka yang meninggal dunia karena kelaparan.

Laporan ini menggambarkan suasana menyedihkan yang dialami penduduk kota Moamadiyeh yang dikepung. Padahal kota ini hanya berjarak beberapa kilometer dari ibu kota Damaskus.

Belum lama ini, tiga bayi yang baru dilahirkan meninggal dunia karena tim medis kehabisan kantong infus.

"Putra kerabat saya meninggal dunia karena kekurangan gizi yang disebabkan minimnya susu dan makanan formula untuk bayi," kata Um Tarek, seorang ibu yang tinggal di desa Misraba, pinggiran ibu kota Damaskus.

"Ibu bayi itu tak mampu memberinya ASI karena kondisi kesetahannya juga sangat buruk," tambah Um Tarek.

Abdul Ahmad Tarek, seorang aktivis di kota Madaya yang dikepung sejak Juli tahun lalu, kepada harian The Independent mengatakan lebih dari 300 anak-anak di kota itu menderita gizi buruk.

Sejumlah foto yang memperlihatkan beberapa anak dan bayi berperut kempis tersebar di Twitter.

"Di hari gencatan senjata berlaku pada 27 Februari seorang anak berusia delapan tahun meninggal dunia karena kelaparan," kata Ahmed.

Ahmen menambahkan, dua pengiriman bantuan terakhir sangat berarti namun jumlahnya tak mencukupi.

Sebelum bantuan tiba, satu kilogram beras di kota Madaya dihargai 230 dollar AS atau hampir Rp 3 juta.

Lembaga-lembaga bantuan mengatakan, jika tak tercipta gencatan senjata yang lebih permanen di Suriah maka tipis harapan untuk melihat akhir drama pengepungan yang dilakukan kedua pihak yang bertikai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com