Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Sosok Bakal Calon Presiden AS dari Partai Republik

Kompas.com - 02/02/2016, 09:15 WIB
Kontributor Singapura, Ericssen

Penulis

KOMPAS.com — Jumlah bakal calon presiden (capres) AS dari Partai Republik dalam pemilihan umum tahun ini memecahkan rekor sejarah, yaitu 17 orang. Sejauh ini, yang tersisa tinggal 12 orang. Lima orang lainnya memilih mengakhiri kampanye mereka.

Tulisan ini hanya akan membahas enam bakal calon yang, berdasarkan hasil survei, dinilai berpeluang memenangi nominasi Partai Republik.

Donald Trump

Konglomerat realestat ini telah mematahkan prediksi pengamat politik bahwa kampanyenya hanya akan bertahan seumur jagung. Trump bisa dikatakan telah menjalankan kampanye anti-konvensional tersukses dalam sejarah Amerika.

Walau nihil pengalaman politik, terus melontarkan ucapan kontroversial, dipadu rasisme dan xenophobia yang tinggi, pesona pengusaha berumur 68 ini belum pudar sama sekali. Dia kokoh memimpin survei nasional capres Republik.

Trump juga diunggulkan dalam survei di Iowa, New Hampshire, dan South Carolina yang akan memainkan peranan penting pada awal musim pemilu ini.

Pertanyaan terbesar adalah apakah dukungan dalam survei itu dapat diwujudkan menjadi dukungan nyata pada hari pemilihan.

Politik sebenarnya bukan barang baru bagi Trump. Dia pernah mencalonkan diri tahun 2000 melalui Partai Reformasi, tetapi kemudian mengundurkan diri. Dia juga pernah melontarkan ide untuk maju sebagai Gubernur New York tahun 2006 dan 2014. Trump juga hampir mencalonkan diri tahun 2012, tetapi akhirnya menarik diri.

Ideologi politiknya sendiri tidak pernah jelas. Trump tercatat telah berkali-kali gonta-ganti partai, mulai dari Demokrat (1987, 2001-2009), Republiken (1987-1999, 2009-2011, 2012 - sekarang), Reformasi (1999-2001), dan pernah menjadi independen (2011-2012).

Layaknya pebisnis, ideologi partai tidaklah penting baginya. Yang penting adalah pragmatisme, yang terlihat dari caranya menjalankan kampanye presiden.

Ted Cruz

Cruz (45 tahun) baru tiga tahun menjabat sebagai senator mewakili Texas. Namun, minimnya pengalaman politik tidak menghalanginya untuk maju meramaikan bursa capres.

Lulusan Hukum Universitas Harvard ini dikenal sebagai orator ulung yang mampu meluluhkan hati pendengarnya. Latar belakangnya sebagai jaksa di Texas menempanya menjadi sosok yang memegang teguh nilai-nilai konservatif Republiken.

Salah satu agenda utama Cruz jika terpilih adalah membatalkan Undang-Undang Jaminan Kesehatan (Obamacare) yang menurut dia telah melanggar hak-hak konstitusional negara bagian.

Cruz selalu mencitrakan dirinya sebagai sosok outsider yang berbeda dengan rekan-rekannya di Kongres. Dia tidak segan mengecam dan melawan rekan separtainya sendiri yang menurut dia terlalu banyak berkompromi dengan pemerintahan Obama. Dia juga bersikukuh membiarkan terjadinya shutdown pemerintahan federal AS tahun 2013 silam.

Posisi politiknya yang sangat keras ini telah membuat kesal banyak anggota Kongres yang menilai dia overacting untuk meningkatkan citranya demi memuluskan ambisinya menjadi presiden.

Sejauh ini, senator berdarah Amerika-Kuba ini menjadi favorit kuat untuk memenangi Kaukus Iowa yang demografi pemilihnya didominasi pemilih evangelical yang merupakan basis kekuatan Cruz.

Hasil buruk di Iowa hampir pasti akan menutup jalan Cruz menuju Gedung Putih.

Marco Rubio

Scott Olson Via Getty Images Calon Presiden Partai Republik Marco Rubio

Marco Rubio disebut sebagai rising star Partai Republik. Rubio menjadi sosok kuat yang difavoritkan untuk memenangi nominasi partai. Bisa dikatakan Rubio memiliki resep-resep untuk menjadi presiden.

Ia berwajah ganteng, berdarah Amerika-Kuba (krusial untuk memenangi suara kaum Hispanik), memiliki posisi politik moderat, berasal dari negara bagian penting Florida, dapat diterima sejumlah faksi-faksi Republiken, dan seorang intelektual yang tajam.

Mantan anak asuh Jeb Bush ini meniti karier politik sejak usia muda. Pada usianya yang baru 29 tahun, dia telah terpilih menjadi anggota DPRD Florida tahun 2000. Dalam selang enam tahun, dia dipilih menjadi Ketua DPRD Florida. Puncaknya ketika dia terpilih menjadi senator tahun 2010.

Sejak itu, namanya mulai digaungkan sebagai sosok yang mampu mengembalikan Gedung Putih ke tangan Partai Republik. Namun, sejauh ini perolehan suara Rubio di survei masih stagnan, tidak banyak berubah. Walaupun selalu konsisten tampil baik dalam debat capres, momentum yang diharapkan tidak kunjung tiba.

Hasil di Iowa dan New Hampshire akan memberikan gambaran apakah Rubio benar-benar sosok yang layak diperhitungkan. Jika dia gagal untuk menempati posisi ketiga di Iowa dan kedua di New Hamsphire, ambisi presidennya akan lebih terjal dari yang dibayangkan.

Jeb Bush

Keluarga Bush bisa dikatakan terus menghiasi kancah perpolitikan Amerika dalam empat dekade terakhir. Kali ini, Jeb Bush, adik kandung mantan Presiden George W Bush, berharap menjadi Bush ketiga yang menghuni Gedung Putih.

Kampanye kepresidenan kali ini tidak semulus seperti yang diharapkan Jeb. Mantan Gubernur Florida itu sempat menyandang status unggulan ketika mendeklarasikan pencapresannya. Namun, seiring waktu dan kemunculan Donald Trump, dukungan terhadap Jeb terkikis dan dia saat ini terseok-seok dengan hanya meraih dukungan 5-10 persen.

Hal ini sangat mengejutkan mengingat dia dilengkapi dana kampanye yang tidak terhingga dan organisasi kampanye yang kuat. Ia selalu disebut sebagai sosok paling intelektual di keluarga Bush. Jeb punya posisi politik moderat yang membuatnya populer di kalangan pemilih independen.

Sayangnya, posisi politiknya yang moderat itu menjadi kelemahannya di kalangan pemilih primary Republiken yang cenderung lebih konservatif.

Selain itu, nama keluarganya juga menjadi beban berat yang harus dipikul. Rakyat Amerika jenuh dengan dinasti Bush dan masih belum dapat melupakan krisis ekonomi dan dua perang yang terjadi ketika George W Bush menjabat.

Jeb membutuhkan hasil yang cemerlang, setidaknya posisi kedua di New Hampshire jika ingin melanjutkan kampanyenya. Hasil buruk di New Hamsphire, negara bagian yang cenderung lebih ramah terhadap calon moderat, akan memunculkan tekanan terhadapnya untuk mundur dari bursa capres.

John Kasich

John Kasich adalah politisi veteran yang sudah malang melintang di kancah politik Amerika sejak era Presiden Ronald Reagan pada tahun 1980-an.

Gubernur Ohio ini menjabat sebagai anggota DPR selama 18 tahun dari 1983-2001. Dia juga dipercaya menjadi Ketua Badan Anggaran DPR dari tahun 1995-2001.

Pencapresannya kali ini bukanlah yang pertama baginya. Tahun 2000, politisi berusia 63 ini sempat mencalonkan diri, tetapi akhirnya mundur karena rendahnya dukungan.

Sempat beristirahat dari kancah politik, dia terpilih menjadi Gubernur Ohio tahun 2010 dan kembali untuk periode kedua tahun 2014.

Sama seperti Jeb Bush, Kasich juga memiliki posisi politik moderat yang membuatnya tidak populer di kalangan pemilih konservatif Republiken. Ambisi presidennya akan ditentukan di New Hamsphire di mana dia berkampanye dengan gencar dan telah berhasil mendapatkan dukungan dari surat kabar terkemuka setempat Boston Globe. Hasil buruk di New Hampshire hampir pasti akan mengakhiri kampanyenya.

Chris Christie

AP Chris Christie

Chris Christie terkenal dengan gaya bicaranya yang ceplas-ceplos. Ia sempat menjadi favorit di pilpres empat tahun lalu. Ketika itu, sejumlah sosok elite Republik meminta Christie maju untuk menantang Mitt Romney yang dinilai terlalu lemah.

Christie yang merupakan rising star partai ketika itu menolak permintaan itu. Namanya juga sempat masuk di daftar finalis cawapres Mitt Romney.

Kali ini, politisi yang selalu menjadi bahan lelucon karena postur tubuhnya yang gemuk itu memutuskan untuk bertarung merebut kursi presiden. Namun, keadaan sudah berubah bagi Christie. Dia tidaklah sepopuler seperti pada tahun 2012.

Skandal Bridgegate menjadi biang kerok kejatuhan popularitasnya. Skandal lalu lintas itu terjadi karena adanya surat elektronik dan pesan pendek yang menyiratkan salah seorang pembantu utama Christie sengaja menciptakan kemacetan pada September 2014 untuk menghukum seorang wali kota yang berasal dari Partai Demokrat.

Skandal itu merusak Christie yang selama itu memperlihatkan diri sebagai seorang pemimpin pragmatis yang bersedia bekerja sama dengan lawan politiknya. Itu juga mencemarkan reputasinya sebagai orang yang lurus karena sebelumnya dia membantah bahwa dia atau stafnya terlibat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com