Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jokowi" dan "RI 1" Jadi Nomor Cantik untuk Mobil di Australia

Kompas.com - 13/01/2016, 15:06 WIB

Pada dasarnya, di seluruh negara bagian di Australia, tiap-tiap lembaga otoritas yang mengurusi masalah kendaraan mengizinkan pemilik kendaraan memilih pelat nomor yang mereka kehendaki.

Untuk itulah, Maria Leeds, seorang warga Indonesia yang tinggal di Melbourne, memilih pelat nomor "Penari" untuk mobil Mercedes-nya.

Maria adalah penari yang banyak menampilkan tarian-tarian asal Indonesia dalam berbagai pertunjukan budaya.

"Pelat nomor ini adalah hadiah ulang tahun ke-40 dari pasangan saya. Saya kan penari, dan sudah lama saya ingin beli pelat nomor bertuliskan penari ini," kata Maria.

"Saya memang sudah lama mencari sesuatu untuk mobil saya yang menggambarkan tentang saya dan Indonesia. Pertama, saya mau memilih nama 'Ngawi' sebagai kota kelahiran. Namun, kemudian kurang sreg. Lalu saya ngobrol dengan Tony (pasangannya). Karena saya dikenal sebagai penari, saya kemudian memutuskan menggunakan pelat nomor tersebut," kata Maria lagi.

Menurut Maria, dengan pelat nomor "Penari" ini, dia berusaha memperkenalkan Indonesia lebih jauh lagi lewat mobil yang dimilikinya.

"Paling tidak orang-orang di sini ketika melihat pelat mobil saya akan mengeja 'Penari'. Nah, secara tidak langsung, saya mengajarkan bahasa Indonesia kepada mereka. Cuma, lucunya, ada juga yang bertanya apakah 'Penari' adalah nama keluarga saya," kata Maria.

Di ibu kota Australia Selatan, Adelaide, Budiharto, seorang guru bahasa Indonesia, memilih pelat nomor "Senik 4" untuk mobil Subaru yang dimilikinya.

"Pelat nomor ini kira-kira sudah delapan atau sembilan tahun. Maunya, bunyi pelatnya 'Yu Senik', tetapi ada keterbatasan, saya mau pelat nomor yang terjangkau dan tak harus bayar ongkos tahunan," katanya.

"Untuk memuhi 'selera' itu, saya memilih pelat nomor personalised. Kalau tidak salah, saya membayar waktu itu 76 dollar, untuk sekali saja. Pelat nomor personalised terdiri atas enam digit dan harus kombinasi huruf-angka (5h 1a, 4h 2a, dan seterusnya). Angka 4 saya ambil dari jumlah anggota keluarga," katanya lagi.

Mengapa memilih nama "Yu Senik" atau "Senik"?  Budiharto memiliki penjelasan filosofis mengenai pilihan nama Senik tersebut.

"'Senik' bagi saya menjadi representasi posisi, nilai dan dialog gagasan yang terjadi di dalam kepala saya. Dalam tradisi pedesaan Jawa, senik menjadi salah satu 'paraban', nick name, biasanya untuk perempuan."

"'Yu' dalam 'Yu Senik' hendak menegaskan jekel penyandang paraban itu. Dengan demikian, paraban 'Yu Senik' akan membangkitkan asosiasi tentang: perempuan, udik, dan karenanya sering dikaitkan dengan sifat kampungan," ujarnya.

Dalam strata sosial Indonesia modern, "yu" (senik) akan membangkitkan asosiasi tentang bedinde dari Jawa yang mengabdi pada keluarga modern atau orang Jawa yang menggeluti kerja sektor informal di kota besar: penjual jamu gendong, penjual sayuran atau jajanan di pasar, tukang cuci, dan profesi sejenis yang hanya dilakukan oleh orang kampung (dan Jawa).

"Tiga asosiasi itu kalau dijadikan predikat dari subyek 'kamu', maka kalimat atau pernyataannya akan bersifat merendahkan, seperti (dasar kamu) perempuan!, (kamu) udik!, (kamu) kampungan. Namun, jika subyek 'saya', maka kalimat/pernyataannya akan adanya rasa percaya diri (confidence): saya memang perempuan, saya udik dan kampungan," tambah Budiharto.

"Meskipun 'Yu Senik' adalah tokoh rekaan saja, membicarakan tokoh ini di luar habitatnya berarti mengetengahkan perempuan pinggiran, udik/kampungan, pekerja kasar/labourer," kata Budiharto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com