Dalam resolusi yang disepakati di New York, pada Jumat (18/12) waktu setempat, pemerintah Suriah dan oposisi didorong untuk menggelar perundingan yang dibarengi gencatan senjata pada awal Januari.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry, yang mengepalai sidang resolusi itu, mengatakan kesepakatan antara lima anggota permanen dan 10 anggota tidak tetap DK PBB menyampaikan "pesan yang jelas kepada semua pihak terkait bahwa kini saatnya menghentikan pembunuhan di Suriah".
“Resolusi yang kami sepakati ialah tonggak sejarah karena menetapkan tujuan-tujuan secara spesifik serta periode yang spesifik,” ujar Kerry.
Meski demikian, resolusi itu tidak menyebut aksi serangan terhadap kelompok-kelompok yang dianggap sebagai organisasi teroris. Konsekuensinya, serangan udara Rusia, Perancis, dan Amerika Serikat terhadap kelompok ISIS akan terus berjalan.
Resolusi itu sendiri tidak menyebut kelompok pemberontak mana yang akan diajak berunding atau melakoni gencatan senjata. Resolusi hanya menekankan bahwa ISIS dan Front Al-Nusra disingkirkan dari perundingan dan mendesak agar semua pihak menghentikan serangan terhadap warga sipil.
Nasib Al-Assad
Salah satu aspek yang menjadi perdebatan ialah masa depan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
AS, Inggris, dan Perancis menyerukan agar Al-Assad hengkang karena dianggap kehilangan kemampuan untuk memimpin Suriah. Bahkan, Menteri Luar Negeri Perancis, Laurent Fabius, mengatakan "tidak bisa menerima" Al-Assad masih menjadi kandidat dalam pemilihan umum di masa depan.
Namun, Rusia dan China menentang seruan itu. Kedua negara tersebut menekankan pentingnya Al-Assad tetap menjabat sebagai syarat dilangsungkannya perundingan.
Resolusi yang dikeluarkan DK PBB sama sekali tidak menyebut peran Al-Assad.
Resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai Suriah (nomor 2254)