Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Barat Jadi Target Serangan Teroris di Hotel Mewah di Mali

Kompas.com - 21/11/2015, 07:26 WIB
BAMAKO, KOMPAS.com - Perancis tampaknya menjadi target utama dari serangan teroris di Mali, Jumat (20/11/2015), setelah orang-orang bersenjata menyerbu sebuah hotel yang penuh dengan pengunjung wara Barat di ibukota Bamako. Serangan itu menewaskan sekitar 27 orang.

Serangan di Hotel Radisson Blu di Bamako itu dimulai pukul 07.00 ketika 170 tamu ada di dalam hotel. Pasukan Komando Perancis dikerahkan untuk membantu pasukan keamanan lokal mengaman hotel, lantai demi lantai, selama 12 jam pengepungan.

Dua kelompok cabang Al Qaeda mengaku bertanggung jawab dan bukti menunjukkan bahwa Perancis merupakan target utama.

Pada 1 November, Iyad Ag Ghaly, pemimpin Al Qaeda di Mali, mengancam akan membunuh "tentara Perancis" di negara itu sebagai pembalasan atas "kasus Charlie Hebdo dan kartun satirenya yang ofensif terhadap Nabi".

Perancis, bekas penjajah Mali, mengirim 4.000 tentara ke Mali tahun 2013 untuk membebaskan tiga wilayah di Mali utara dari kendali Al Qaeda. Saat ini, Perancis masih memiliki 1.450 personil militer di negeri itu dan warganya merupakan kelompok terbesar ekspatriat Barat di Bamako.

Para penyerang tiba di Radisson Hotel dalam sebuah mobil berplat diplomatik. Seorang saksi mata, yang menyebut namanya sebagai Salim, mengatakan kepada Daily Telegraph bahwa tiga orang bersenjata menembakkan senjata mereka dan menewaskan dua penjaga keamanan hotel. Sejumlah penjaga lainnya langsung kabur.

"Saya melihat bahwa ada kekacauan di sana. Beberapa orang datang dengan sebuah mobil diplomatik," kata Salim. "Ketika mereka tiba, pihak keamanan hotel melarikan diri dan orang-orang itu punya waktu untuk mencapai hotel dengan senjata mereka."

Salim dalam perjalanan untuk melakukan beberapa pekerjaan bangunan di hotel itu ketika insiden dimulai. Setelah melihat para penyerang memaksa masuk ke Radisson, ia melarikan diri ke rumahnya yang hanya beberapa ratus meter jaraknya dari situ.

Dia menggambarkan bagaimana pasukan keamanan dengan cepat mengelilingi hotel, termasuk pasukan dari tentara Perancis dan petugas paramiliter Gendarmerie Mali.

Pemerintah Perancis memastikan bahwa sebuah unit pasukan khusus dikirim ke Mali dari basisnya di negara tetangga Burkina Faso.

"Dalam menanggapi permintaan pemerintah Mali, Menteri Pertahanan telah memutuskan untuk mengirim sebuah unit pasukan khusus," kata sebuah pernyataan kementerian pertahanan Perancis. "Unit itu telah diminta untuk membantu pasukan keamanan Mali terkait situasi penyanderaan di Hotel Radisson Bamako yang sedang berlangsung."

Di dalam hotel, orang-orang bersenjata bergerak dari lantai ke lantai sementara para tamu melarikan diri dengan panik.

Warga Amerika termasuk di antara para tamu di hotel itu dan AS membenarkan bahwa pasukannya telah dikerahkan. Kolonel Mark Cheadle, juru bicara Komando Afrika AS, mengatakan bahwa personel militer Amerika "telah membantu memindahkan warga sipil ke lokasi aman, saat pasukan Mali bekerja menyingkirkan orang-orang bersenjata dari hotel."

Pasukan Mali dan sekutu Perancis mereka mengambil keputusan cepat untuk memasuki hotel ketimbang terjadi pembantaian.

Pada pukul 12 siang, pemerintah Mali menegaskan bahwa pasukannya sudah berada di dalam bangunan dan mengamankan "lantai demi lantai" Hotel itu.

Monique Kouame Affoue Ekonde, seorang tamu dari Pantai Gading, mengatakan bahwa dia melarikan diri dari gedung, dikawal aparat keamanan, saat  orang-orang bersenjata bergegas "ke lantai kelima atau keenam". Dia menambahkan, "Saya pikir mereka masih ada di sana. Saya sudah meninggalkan hotel dan saya tidak tahu ke mana harus pergi. Saya lelah dan dalam keadaan syok."

Salah seorang tamu hotel itu mengatakan kepada France 24, sebuah saluran televisi satelit, bahwa ia muncul dari kamarnya dan menemukan mayat di lobi. "Kami dievakuasi, ada banyak orang di dalam hotel ketika itu, saya melihat mayat di lobi," katanya. "Saya bersembunyi di kamar saya dan ada yang mengetuk di pintu saya dan mengatakan pasukan keamanan telah tiba dan penyanderaan berakhir."

Empat warga Belgia terdaftar seabgai tamu di hotel itu dan satu orang, Geoffrey Dieudonne, diketahui telah tewas. Dia merupakan seorang pegawai pemerintah Belgia yang mengunjungi Mali untuk membantu melatih pegawai negeri negara itu.

Salah seorang tamu yang berhasil melarikan diri, Sekouba Diabate, penyanyi dari Guinea, mengatakan bahwa para penyerang berbicara bahasa Inggris aksen Nigeria di antara mereka. "Saya mendengar mereka mengatakan dalam bahasa Inggris, 'Apakah kamu sudah mengisi itu?", 'Mari kita pergi'," kata Diabate seperti dikutip kantor berita Reuters.

Beberapa militan berbahasa Inggris dari kelompok Boko Haram, sebuah kelompok teroris Nigeria, diketahui telah melakukan perjalanan ke Mali untuk bergabung dengan jaringan Al-Qaeda di negara itu.

Jumlah orang bersenjata itu paling banyak 10 orang. Namun seorang saksi mata lain yang dihubungi Daily Telegraph membenarkan perkiraan Salim bahwa tiga penyerang telah memasuki hotel itu pada pukul 07.00. Mungkin saja bahwa ada orang lain telah menyusup ke dalam lebih awal. "Beberapa mungkin sudah berada di sana sebelum tiga yang kami ketahui itu," katanya.

Tembakan menggema di hotel dan lingkungan sekitar selama berjam-jam. Namun menjelang sore, pertempuran mereda dan televisi pemerintah Mali merasa cukup percaya diri untuk menyiarkan tayangan dari dalam Radisson. Tanyangan menunjukkan tentara Mali berada di lobi, di mana mayat yang tergeletak ditutupi selimut.

Setidaknya dua dari orang-orang bersenjata itu dilaporkan tewas, tetapi pihak berwenang menolak mengatakan bahwa insiden itu telah berakhir. Mereka menjelaskan bahwa pasukan keamanan masih terlibat dalam membersihkan hotel dan memeriksa setiap kamar.

Dua kelompok afiliasi Al Qaeda mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Satu yang dipimpin Mokhtar Belmokhtar, seorang komandan dari Aljazair yang telah dilaporkan tewas pada beberapa kesempatan sebelumnya.

Al Qaeda di Maghrebi Islam atau AQIM mengendalikan tiga wilayah di Mali utara, yaitu Timbuktu, Gao dan Kidal, hingga terjadi intervensi militer Perancis pada Januari 2013. Operasi itu membuat AQIM mengalami pukulan berat, tetapi serangan teroris tetap menjadi hal lumrah di Mali, termasuk di Bamako di mana granat tangan dilemparkan ke sebuah bar yang ramai pengunjung pada Maret. Lima orang tewas ketika itu.

Semalam, dua orang bersenjata yang masih hidup diyakini masih bertahan di lantai atas hotel, tetapi tanpa sandera. Seorang juru bicara pemerintah mengatakan,  "Mereka sendirian dengan pasukan khusus Mali yang mencoba untuk menyingkirkan mereka."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com