Segera setelah pemberitaan terkait IPT muncul di media massa, sejumlah pengguna media sosial mengungkap kemarahan dan bertanya-tanya: mengapa Belanda menggelar pengadilan soal 1965?
"Harusnya Belanda yang lebih bertanggung jawab terhadap jutaan bangsa Indonesia yang dibunuh," kata satu pengguna Facebook.
Menko Polhukam juga menyiratkan kemarahan yang sama.
"Untuk siapa kau minta maaf? Keluarga korban mana? Pembantaian mana? Sekarang saya tanya Westerling kalau mau, buka-bukaan dong, berapa banyak orang Indonesia dibunuh? Jadi jangan suara bule aja yang kalian dengerin, suara Indonesia juga didengerin," kata Menko Polhukam Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan seperti dikutip berbagai media.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, kepada wartawan, juga mengatakan bahwa pengadilan di Belanda tidak usah ditanggapi karena Belanda juga banyak melakukan pelanggaran HAM.
Pernyataan-pernyataan itu sebetulnya tidak mencerminkan peristiwa IPT 1965.
Berikut adalah sejumlah fakta tentang IPT yang bisa membantu Anda memahami konteks peristiwa di Den Haag.
1. Bukan diprakarsai oleh Belanda dan bukan "suara bule"
Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) tidak ada hubungannya dengan Pemerintah Belanda. Orang-orang yang menginisiasi juga bukanlah orang asing, melainkan aktivis HAM dan sejumlah warga Indonesia yang tinggal di Belanda.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.