Ketika pasukan yang dipimpin Amerika Serikat mengumumkan, mereka telah melakukan 24 serangan ke kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) bahwa Rusia mengklaim sudah melancarkan 55 pukulan ke kelompok tersebut, dan Presiden Vladimir Putin menganggap serangan AS tak membuahkan hasil.
Namun, sejumlah kelompok pemberontak di Suriah mengklaim bahwa serangan udara Moskwa yang dibarengi serangan darat dari pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad menyasar juga ke kelompok yang tak berhubungan dengan ISIS, termasuk pejuang yang dilatih AS.
Sementara itu, langit Suriah menjadi sangat ramai. Para komandan militer khawatir bentrokan kapal tempur, helikopter, drone, rudal, dan artileri kian meningkat dan bisa berdampak global.
Seorang pengamat militer memperingatkan bahwa sangat tidak mungkin menjelaskan secara logis mengenai kondisi lalu lintas udara yang demikian rumit tersebut.
"Sejumlah arus lalu lintas militer di udara memunculkan kekhawatiran yang nyata. Sebuah pesawat akan ditembak jatuh akibat kesalahpahaman yang bisa menimbulkan bencana. Itu berarti kita kemungkinan menghadapi detik-detik eskalasi yang membawa kita pada ambang peperangan."
Beberapa pesawat AS di atas langit Suriah telah meninggalkan target, dan bahkan bertaruh nyawa demi menghindari jet-jet Rusia. Gambar radar mengejutkan dari Komando Pusat AS di Qatar menunjukkan seberapa dekat jet F-16 milik AS dengan pesawat tempur Rusia, Su-34, di atas udara Suriah.
Komandan serangan udara AS, Letnan Jenderal Charles Brown, menyatakan, pesawat AS dan Rusia berada dalam jarak 20 mil (32,18 km). Dalam 20 detik, mereka bisa saling menyerang.
Sementara itu, kapal induk China, Lianoning, sudah mangkal di lepas pantai Suriah, dan siap meluncurkan pesawat tempur J-15 untuk melakukan serangan udara. China sendiri diketahui sebagai sekutu Rusia.
Pengamat negara Rusia dari Komunitas Henry Jackson, Dr Andrew Foxall, dikutip The Mirror online mengatakan, sebuah kesalahan sasaran bisa mengarah pada "insiden diplomatik berproporsi bencana".
Peta konflik
Namun, yang paling mengkhawatirkan dan bisa menjadi mimpi buruk adalah bahwa perang tanding yang dilancarkan koalisi global anti-ISIS terhadap pasukan pendukung Assad milik Putin akan mengarah pada ambang konflik besar-besaran.
"Kepentingan utama Kremlin adalah mempertahankan rezim pro-Rusia di Suriah," lanjut dia.
Ketelibatan China akan berdampak lebih rumit. Dikhawatirkan, China melancarkan serangan udara terhadap ISIS sebagai kedok untuk menyerang pemberontak di Suriah.