Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengungsi yang Dijegal Perempuan Juru Kamera Itu Meraih Mimpi di Madrid

Kompas.com - 19/09/2015, 15:00 WIB
KOMPAS.com — Peristiwa penjegalan menyakitkan yang dialami pengungsi Suriah, Osama Abdul Mohsen, oleh perempuan juru kamera di Hongaria berakhir manis di Madrid, Spanyol. Ia ditampung dan mendapat pekerjaan di sekolah pelatih sepak bola Cenafe di kota itu.

Rabu (16/9/2015) malam, ia dan dua anak laki-lakinya, Mohammed (18) dan Zaid (7), tiba di Madrid setelah terbang dari Muenchen, tempat pengungsiannya, ke Paris dan berlanjut naik kereta ke Madrid.

"Terima kasih, Spanyol. Saya suka Madrid, saya suka Spanyol. Ini sangat penting bagi hidup saya," kata Mohsen saat tiba di Stasiun Atocha, Madrid. "Ini mimpi yang jadi kenyataan."

Di ibu kota Spanyol itu, Mohsen akan tinggal di Getafe, pinggiran Madrid, lokasi Cenafe. Presiden Cenafe, Conrado Galan, mengatakan, ia kandidat ideal untuk mengajar di sekolah kepelatihan sepak bola itu.

Kisah perjalanan Mohsen mengungsi dari kampung halamannya di Deir-al-Zour, Suriah timur, sekitar 450 kilometer timur laut Damaskus, ke Jerman menjadi viral berkat satu momentum menyakitkan di perbatasan Hongaria-Serbia.

Pada 9 September, perempuan juru kamera televisi N1TV Hongaria, Petra Laszlo, terekam kamera menjulurkan kaki dan menjegal Mohsen yang lari menghindari aparat sambil menggendong anaknya, Zaid. Akibatnya, ia dan Zaid jatuh tersungkur.

Rekaman peristiwa itu menjadi viral dan mengundang kemarahan seluruh dunia. Laszlo pun dipecat dari pekerjaannya. Setelah Mohsen dan anaknya tiba di Muenchen, muncul laporan di media Jerman bahwa ia sebenarnya mantan pelatih klub Divisi Utama Suriah, Al-Fotuwa.

Akibat perang mencabik negeri itu, Mohsen dan keluarganya mengungsi ke Turki. "Kami kehilangan rumah di Suriah setelah dihujani artileri pasukan (Presiden Bassar) Assad," ujar Almuhannad (19), anak tertua Mohsen, kepada NBC News.

Almuhannad tidak mengungsi bersama Mohsen dan adiknya, Zaid. Ia masih tinggal di Turki bersama ibunya dan adiknya yang berumur 13 tahun. Deir-al-Zour, lanjut Almuhannad, kini sudah tak bisa dihuni.

Hujan roket dan peluru jadi pemandangan sehari-hari di kota itu. "Tak ada air, tak ada listrik, tak ada sekolah," kata Almuhannad.

Kisah Mohsen sebagai "orang sepak bola" yang hidup terlunta-lunta dan perjalanan mengungsinya yang mengenaskan saat dijegal juru kamera Hongaria itu membuat pengelola Cenafe terharu.

"Saat membaca cerita Mohsen yang diberitakan koran-koran, kami merasa terguncang," ujar Miguel Angel Galan, Direktur Cenafe, kepada koran Spanyol, El Pais. "Kami adalah sekolah untuk pelatih nasional. Jadi, kami putuskan membantu rekan sesama pelatih."

REUTERS/Andrea Comas Osama Abdul Mohsen (tengah), migran asal Suriah, bersama dua putranya, Zaid dan Mohammed al-Ghadabe (kanan), di depan rumah baru mereka di Getafe, Spanyol, Kamis (17/9). Mohsen ditawari jabatan pelatih di sekolah sepak bola Getafe setelah terekam kamera terjatuh bersama Zaid karena disandung perempuan juru kamera saat melarikan diri dari kejaran polisi di Hongaria.

Tamu spesial di Bernabeu

Angel Galan lalu menghubungi wartawan El Mundo, Martin Mucha, agar mencari Mohsen dan anaknya. Didampingi pesepak bola klub Villaverde, Mohamed Labrouzi, yang bisa berbahasa Arab, Mucha menyisir kota Muenchen.

Saat itu, Muenchen kebanjiran ribuan pengungsi. Di sebuah kafe, Mohsen akhirnya ditemukan. Ia sedang menonton laga Liga Champions. Sejak itulah, hidup Mohsen berubah.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com