Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semua Mengaku Pengungsi Suriah agar Diterima di Uni Eropa

Kompas.com - 08/09/2015, 10:41 WIB
HAJDUKOVO, KOMPAS.com - Sebuah kartu identitas Pakistan ditemukan di semak-semak, kartu identitas Banglades ditemukan di sebuah ladang jagung. Ada juga sebuah SIM Irak yang robek yang memajang foto seorang pria dengan kumis gaya Saddam, kartu identitas lain memperlihatkan seorang perempuan berkerudung dengan senyum malu-malu.

Sejumlah dokumen yang berserakan hanya beberapa meter dari perbatasan Serbia dengan Hongaria itu memberikan bukti bahwa banyak migran yang sedang membanjiri Eropa untuk melarikan diri perang atau kemiskinan telah membuang kewarganegaraan mereka yang sesungguhnya dan tampaknya berharap akan mendapat identitas baru, begitu mereka memasuki Uni Eropa.

Banyak dari para migran yang percaya bahwa menggunakan dokumen palsu, atau bahkan tidak punya dokumen sama sekali, memberi mereka kesempatan yang lebih baik untuk mendapat suaka di Jerman dan negara-negara Eropa barat lainnya. Itu karena jalur paling pasti untuk mendapat suaka adalah dengan menjadi seorang pengungsi perang dan bukan migran yang melarikan diri dari kemiskinan. Kenyataan itulah yang menyebabkan adanya arus besar orang yang mengaku sebagai warga Suriah.

Polisi perbatasan Serbia mengatakan, 90 persen dari mereka yang tiba dari Makedonia, sekitar 3000 orang sehari, mengklaim bahwa mereka orang Suriah, walau mereka tidak punya dokumen untuk membuktikan hal itu. Apa yang disebut koridor Balkan dalam perlintasan migran bermula di Turki, kemudian melalui Makedonia dan Serbia sebelum memasuki Uni Eropa di Hongaria.

"Anda dapat melihat ada sesuatu yang mencurigakan ketika sebagian dari mereka yang menyeberang ke Serbia masukkan tanggal 1 Januari sebagai tanggal kelahirannya," kata petugas polisi perbatasan Miroslav Jovic. "Ada dugaan, itu merupakan tanggal pertama yang muncul di pikiran mereka."

Kepala badan perbatasan Uni Eropa, Frontex, mengatakan, perdagangan paspor palsu Suriah telah meningkat. "Banyak orang masuk ke Turki dengan dokumen palsu Suriah karena mereka tahu bahwa mereka akan mendapatkan suaka dengan lebih mudah di Uni Eropa," kata Fabrice Leggeri.

Di Jerman, bea cukai telah mencegat paket yang dikirimkan ke negara itu yang berisi sejumlah paspor Suriah, asli dan palsu, kata kementerian keuangan.

Sejumlah orang Suriah yang transit di Serbia prihatin dengan tren itu. "Semua orang mengatakan mereka warga Suriah, bahkan mereka yang jelas-jelas bukan," kata Kamal Saleh, sambil menunjuk ke arah sekelompok orang yang berkemah di taman di Belgrade. "Itu tidak baik buat kami orang Suriah karena jumlah yang terbatas buat orang-orang yang akan mendapatkan suaka."

Saleh meninggalkan semua orang yang dicintainya di Suriah, istrinya, seorang bayi laki-lakinya dan sebuah rumahnya yang hancur di Damaskus.

Namun, tidak seperti banyak migran lainnya yang merangsek ke Eropa, Saleh merasa beruntung. Dia punya paspor Suriah yang dia bungkus dengan hati-hati dalam sebuah folder plastik dan terselip di dalam saku rahasia celananya. Dokumen itu, jika asli, seharusnya dapat membuktikan bahwa dia merupakan pengungsi perang yang melarikan diri, dan bukan migran yang lari dari kemiskinan. Hal itu menjadi perbedaan besar ketika aplikasi suaka akan dipertimbangkan.

Rekan senegaranya, yang mengidentifikasi dirinya hanya sebagai Yemen, mengatakan, "Terlalu banyak orang-orang mengatakan kami orang Suriah, tetapi dia tidak berasal dari Suriah. Orang itu hitam dan dia berkata 'saya dari Suriah'. Tak bisa dipercaya."

Lembaga-lembaga bantuan internasional memperkirakan bahwa hampir 340.000 orang telah berusaha untuk menyeberangi perbatasan Uni Eropa sejak Januari. Dua-pertiga dari pendatang baru di Eropa itu diyakini berasal dari Suriah, Afganistan, Irak, Somalia dan Eritrea, negara-negara yang dianggap oleh kelompok-kelompok bantuan internasional sebagai "negara penyumbang pengungsi", karena perang atau catatan pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung.

Berdasarkan Konvensi Pengungsi 1951, mereka yang melarikan diri dari kekerasan dan penganiayaan berhak atas hak-hak dasar di bawah hukum internasional, termasuk hak untuk tidak segera dideportasi dan dikirim kembali ke dalam bahaya. Seorang migran bisa merupakan orang yang memilih untuk bermukim ke negara lain guna mencari kehidupan yang lebih baik dan memenuhi syarat untuk dideportasi.

Aturan Uni Eropa mengatakan, negara di mana para migran pertama tiba harus memproses klaim suaka. Tetapi Jerman pekan lalu mengabaikan keharusan itu buat orang-orang Suriah. Hal itu memicu lonjakan orang yang mencoba melakukan perjalanan melintasi Uni Eropa untuk sampai ke sana. Pihak Jerman telah menegaskan bahwa hanya pengungsi yang melarikan diri demi menyelamat nyawanya yang akan diberi izin tinggal. Mereka yang melarikan diri kemiskinan tidak akan diberi suaka.

Menyadari potensi penolakan suaka itu, banyak migran yang melarikan diri dari kemiskinan kemudian membuang dokumen identitas mereka. Di antara mereka yang seperti itu adalah Rafik dari Pakistan. "Saya meninggalkan kehidupan lama saya di belakang," kata Rafik, saat berlari di bawah pagar untuk memasuki Hongaria. Dia hanya memberikan nama depannya karena takut berdampak ketika nanti akan melamar suaka di Jerman. "Saya sedang memulai yang baru."

"Saya tidak punya paspor, ataupun dokumen identitas lainnya. Mari kita lihat negara mana yang akan memutuskan untuk menendang saya kembali."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com