Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ISIS Rajam hingga Tewas Pasangan Irak karena Tuduhan Berzina

Kompas.com - 25/03/2015, 09:49 WIB
BAGHDAD, KOMPAS.com - Sejumlah militan Negara Islam atau ISIS di Irak, Selasa (24/3/2015), secara terbuka merajam hingga tewas seorang pria dan perempuan terkait tuduhan perzinaan. Kaum militan itu kemudian memajang para korban di alun-alun kota Mosul. Harian New York Times melaporkan hal itu berdasarkan keterangan sejumlah saksi dan seorang pejabat militer Irak.

Pada sore hari yang sama, kaum militan secara terbuka juga memenggal tiga pemuda di sebuah jalan di Mosul pusat. Ketiga pemuda tersebut dipenggal hanya karena dituduh sebagai keponakan dari seorang lawan politik ISIS.

Perajaman dan pemenggalan itu merupakan yang terbaru dalam serangkaian eksekusi terbuka terhadap orang-orang yang dituduh melakukan pelanggaran sosial di kota itu, yang direbut ISIS dari pemerintah Irak Juni tahun lalu.

Kedua korban perajaman, yang tidak diidentifikasi, berusia 20-an tahun, kata sejumlah saksi. Si perempuan digambarkan telah menikah. New York Times melaporkan, tidak diketahui apakah mereka dirajam setelah melalui proses pengadilan. Yang pasti, tidak ada pengadilan terbuka yang telah diselenggarakan.

Abu Mohammad al-Lahibi, yang mengelola sebuah toko pakaian di Mosul, mengatakan ia melihat para militan mengumpulkan beberapa ratus warga di depan gedung pemerintah di Mosul untuk menyaksikan eksekusi itu. Pasangan tersebut diborgol, dan si perempuan mengenakan niqab.

"Ada 12 militan ISIS yang berdiri di sana dengan tas-tas penuh batu, dan mereka mulai melemparkan batu ke arah korban, dan setelah batu yang ketiga perempuan itu tewas," kata Lahibi. Korban pria meninggal beberapa saat kemudian, kata dia.

Seorang saksi lain mengatakan, ia mencoba untuk merekam eksekusi itu di ponselnya tetapi diperintahkan kaum militan untuk tidak melakukan hal tersebut. "Saya tergerak oleh tangisan perempuan itu, yang mulai berdarah dan kemudian meninggal karena dirajam," kata saksi tersebut yang mengaku bernama Saad. Ia hanya memberikan nama depannya demi keselamatannya sendiri.

"Saya berdiri di sana tak berdaya. Pemerintah telah meninggalkan kami sebagai tawanan di tangan ISIS, yang membuat segala macam kejahatan di kota. Semakin saya melihat kejahatan mereka, semakin saya membenci mereka dan menyadari bahwa mereka datang untuk melaksanakan agenda  menghancurkan kota dan sejarah dan peradabannya dan merusak citra Islam."

Perajaman tersebut dikonfirmasi seorang perwira militer Irak, Kolonel Ahmed al-Jiboori, yang ditempatkan di Kamp Pembebasan Niniwe di sebelah timur Mosul. Kolonel Jiboori juga mengatakan bahwa pasukan peshmerga Kurdi di daerah itu telah menghentikan serangan ISIS di timur kota itu, tepatnya di Gunung Bashiqa, Selasa. Pertempuran tersebut menewaskan 11 militan.

Sejumlah penduduk lokal mengatakan, ada lebih dari belasan eksekusi dengan cara dirajam sejak ISIS mulai mempraktekkan hal itu di Mosul pada Agustus lalu.

Ketiga orang yang dipenggal pada Selasa digambarkan para saksi mata berusia akhir 20-an tahun. Setelah rumor beredar bahwa paman mereka telah bertemu pemimpin Kurdi, Massoud Barzani, militan ISIS kemudian mendatangi rumah paman para pemuda itu dan membawa mereka ke jalan umum di mana mereka dibunuh.

Serangan semacam itu menyebabkan sejumlah warga Mosul mengekspresikan agar pemerintah Irak segera bertindak untuk merebut kembali kota itu. Namun kemajuan serangan pro-pemerintah dalam melawan ISIS lambat. Pasukan utama terjebak di sekitar kota Tikrit, di sebelah selatan Mosul, selama empat minggu. Pemerintah mengumumkan pekan lalu bahwa mereka sudah hampir merebut kembali Tikrit. Namun baru-baru ini pemerintah mengatakan, pihaknya sedang mengkonsolidasikan pasukan di sekitar kota itu demi meminimalkan korban, sementara kaum militan bertahan di tengah kota.

Sekitar 30.000 tentara Irak dan milisi yang didominasi kaum syiah terlibat dalam pertempuran melawan militan ISIS di Tikrit, yang diyakini tinggal berjumlah ratusan orang.

Pada 12 Maret, sejumlah pejabat Irak mengumumkan bahwa mereka dalam beberapa hari akan benar-benar merebut Tikrit dan mereka melakukan itu tanpa bantuan koalisi yang dipimpin Amerika. Namun ketika itu tidak terjadi, beberapa orang mengatakan tidak adanya serangan udara koalisilah yang harus disalahkan. Letjen Abdul-Wahab al-Saadi, komandan militer Irak di Provinsi Salahuddin, mengatakan, ia telah meminta serangan udara koalisi tetapi mereka tidak kunjung datang. Sebelumnya, beberapa pejabat Amerika mengatakan bahwa para pejabat Irak tidak meminta bantuan tersebut.

Hari Minggu, Hadi al-Ameri, kepala pasukan mobilisasi rakyat Irak, yang dikenal sebagai milisi yang didominasi kaum syiah, bereaksi dengan meremehkan kekhawatiran tersebut. "Beberapa orang lemah di ketentaraan mengatakan bahwa kami perlu orang Amerika, tetapi kami katakan kami tidak butuh orang Amerika," katanya.

Dalam sambutannya hari Selasa, Jenderal Saadi mengatakan ia ingin melihat serangan udara Irak, tetapi tidak menyebutkan koalisi. "Kami sedang melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi pasukan kami, dan suku-suku akan mempertahankan wilayah setelah kami membebaskan wilayah itu," katanya di televisi Irak saat menjelaskan keterlambatan dalam merebut kembali Tikrit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com