KOMPAS.com — Badai pam menerjang bagian selatan Samudra Pasifik sehingga menyebabkan kerusakan parah di negara Kepulauan Vanuatu, Sabtu (14/3/2015).
Sejumlah petugas badan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga bantuan asing lainnya mengatakan, badai berkekuatan 270 kilometer per jam tersebut berpotensi menewaskan banyak orang.
Chloe Morrison, seorang petugas komunikasi lembaga World Vision di Port Vila, mengatakan, angin kencang telah mengangkat atap-atap rumah, pepohonan, dan tiang listrik.
"Di luar masih sangat berbahaya. Sebagian besar orang berlindung di dalam rumah. Kerusakannya sangat luas di Port Vila. Namun, ada sejumlah pulau lain yang lebih rentan," ujarnya.
Direktur Eksekutif Unicef di Selandia Baru memperingatkan badai pam amat mungkin menjadi badai terburuk di kawasan itu.
"Memang terlalu dini untuk mengatakannya. Namun, laporan-laporan awal mengindikasikan bahwa bencana cuaca ini boleh jadi yang terburuk sepanjang sejarah Pasifik," kata Direktur Eksekutif Unicef Selandia Baru, Vivien Maidaborn.
Puluhan tewas
Lembaga Koordinasi Bantuan Kemanusiaan PBB (UNOCHA) menyatakan, sebanyak 44 orang tewas di Provinsi Penama, bagian timur laut Vanuatu. Namun, lanjut lembaga itu, laporan itu masih harus dikonfirmasi lebih lanjut.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan, pihaknya siap mengirim tim tanggap darurat ke Vanuatu jika diperlukan.
"Ada angin, hujan, banjir, longsor, air pasang, dan badai yang sangat merusak. Kami masih meninjau situasi, tetapi kami bersiap membantu," kata Bishop.
Terletak di bagian timur Australia, Vanuatu ialah negara berpopulasi 267.000 orang yang tersebar di 65 pulau. Sebanyak 47.000 di antara mereka bermukim di ibu kota Port Vila.
Sebelum menerjang Vanuatu, badai pam terlebih dahulu melanda sejumlah negara di Pasifik, termasuk Kiribati dan Kepulauan Solomon.