Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penculikan Massal Dorong Pengungsian Warga Kristen di Suriah

Kompas.com - 26/02/2015, 12:49 WIB
BEIRUT, KOMPAS.com - Penculikan hampir 100 orang Kristen Asiria oleh milisi Negara Islam atau ISIS di Suriah telah mendorong keluarga-keluarga yang ketakutan meninggalkan rumah mereka, kata para aktivis Rabu (25/2/2015, saat Washington bersumpah untuk mengalahkan kelompok militan itu.

Hampir 1.000 keluarga telah meninggalkan desa-desa di Provinsi Hasakeh di Suriah timur laut sejak penculikan pada Senin lalu. Demikian menurut data Assyrian Human Rights Network yang berbasis di Swedia. Sekitar 800 keluarga mengungsi di kota Hasakeh dan 150 lainnya di Qamishli, sebuah kota Kurdi di perbatasan dengan Turki, kata kelompok itu, yang menambahkan bahwa jumlah pengungsi itu sekitar 5.000 jiwa.

Sementara sebagian besar dari mereka disandera adalah perempuan, anak-anak atau orang tua.

Amerika Serikat dan PBB telah mengecam penculikan massal itu dan menuntut pembebasan para sandera. Praktik penculikan massal semacam itu baru pertama kali terjadi di negara yang dikoyak perang tersebut.

"Aksi terbaru ISIS menyasar kelompok minoritas agama hanya menjadi bukti lanjutan atas perlakuan brutal dan tidak manusiawi mereka terhadap semua orang yang tidak setuju dengan tujuan busuk mereka," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki. Komentar senada dilontarkan Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Bernadette Meehan. "Masyarakat internasional bersatu dan tidak terpengaruh dalam tekad untuk mengakhiri kebejatan ISIS. Amerika Serikat akan terus memimpin perlawanan untuk menumbangkan dan akhirnya mengalahkan ISIS."

Dewan Keamanan PBB juga mengecam penculikan itu dan menuntut agar para sandera dibebaskan segera dan tanpa syarat.

Osama Edward, direktur Assyrian Human Rights Network, mengatakan dia yakin penculikan tersebut terkait dengan kekalahan ISIS belakangan ini dalam menghadapi serangan udara pimpinan AS yang dimulai di Suriah pada September lalu. "Mereka membawa sandera untuk menjadikan mereka sebagai perisai manusia," katanya kepada AFP.

Dia mengatakan, ISIS, yang berperang melawan para pejuang Kurdi di darat, mungkin mencoba untuk menukar orang-orang Asiria itu dengan anggota ISIS yang ditahan. Menurut Osama, tujuan ISIS adalah mengusai desa Kristen Asiria Tal Tamer, dekat jembatan yang menghubungkan Suriah dengan Irak.

Menurut Syrian Observatory for Human Rights, para pejuang Kurdi telah merebut kembali tiga desa Asiria dan sebuah desa Arab di dekatnya pada Rabu. "Unit Perlindungan Rakyat (YPG) Kurdi telah merebut kembali Tal Shamiran, Tal Masri, Tal Hermel dan Ghbeish," kata direktur Observatory, Rami Abdel Rahman. Namun pertempuran terus berlanjut di daerah itu.

Di Tal Shamiran, para milisi membakar sebagian dari sebuah gereja. Dan di desa Arab Ghbeish, ISIS memenggal empat orang, dan membakar rumah-rumah dan sebuah sekolah. Mereka menuduh para penduduk desa "berkolaborasi" dengan pejuang Kurdi.

ISIS, yang juga menguasai wilayah luas di Irak, tahun lalu telah mendeklarasikan sebuah "khilafah" Islam di daerah yang dikuasai dan telah melakukan kekejaman luas.

Orang-orang Asiria, salah satu dari komunitas Kristen tertua di dunia, telah berada di bawah ancaman yang meningkat sejak ISIS menguasai sebagian besar Suriah.

Pekan lalu, ISIS cabang Libya merilis sebuah video yang menunjukkan pemenggalan 21 warga Kristen Koptik, sebagian besar asal Mesir.

Edward, yang berasal dari Provinsi Hasakeh di mana terdapat 35 desa Asiria, mengatakan  milisi masuk ke rumah-rumah warga pada malam hari saat orang-orang sedang tidur. Para sandera kemudian dibawa ke Shaddadi, sebuah provinsi yang menjadi basis ISIS.

Para milisi itu telah mengintimidasi penduduk desa itu selama berminggu-minggu. "Orang-orang telah memperkirakan serangan itu, tetapi mereka berpikir bahwa entah tentara Suriah, yang hanya berjarak 30 kilometer dari sana, atau pejuang Kurdi atau serangan udara koalisi (yang dipimpin AS) akan melindungi mereka," kata Edward.

Sementara itu, di Washington, Menteri Luar Negeri John Kerry mengatakan Amerika Serikat dan Iran punya "kepentingan bersama" dalam mengalahkan ISIS tetapi musuh lama AS itu tidak mau bekerja sama untuk melakukan hal itu.  "Mereka benar-benar menentang ISIS dan mereka sebenarnya sedang bertempur dan mengeliminasi anggota ISIS di sepanjang perbatasan Irak yang dekat dengan Iran dan punya keprihatinan serius tentang apa yang akan dilakukan terhadap  wilayah tersebut," kata Kerry kepada anggota parlemen. "Jadi kita memiliki setidaknya kepentingan bersama, jika bukan sebuah upaya kerja sama."

Sementara itu, Uskup Agung Katolik Hasakeh-Nisibi di Suriah menuduh Turki telah membiarkan para milisi ISIS yang bertanggung jawab atas penganiayaan terhadap orang-orang Kristen Suriah menyeberangi perbatasan tanpa diperiksa. Di sisi lain, Turki mencegah orang Kristen untuk melarikan diri. "Di utara, Turki membiarkan melalui truk-truk, para milisi Daesh (ISIS), minyak, gandum dan kapas dicuri dari Suriah: semua itu dapat menyeberangi perbatasan tetapi tidak seorang pun (dari komunitas Kristen) boleh lewat," kata Jacques Behnan Hindo.

Sebelum perang saudara di Suriah meletus tahun 2011, ada 30.000 orang Asiria di negara itu. Saat itu, Suriah memiliki populasi orang Kristen sekitar 1,2 juta orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com