Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Afrika Tengah, Granat Lebih Murah dari Coca-Cola

Kompas.com - 03/02/2015, 18:29 WIB
BANGUI, KOMPAS.com — Di negeri yang dikoyak perang, seperti Republik Afrika Tengah, harga-harga kebutuhan pokok bisa jadi sangat mahal, tetapi harga senjata bisa sangat murah.

Itulah yang mengganggu pikiran Kapten Victor (29), yang memimpin patroli pasukan khusus Spanyol di ibu kota Republik Afrika Tengah (RAT), Bangui. Harga granat tangan buatan Tiongkok di negeri itu jauh lebih murah dari sekaleng Coca-Cola.

"Penduduk lokal menggunakan granat karena benda itu sangat murah. Di sini, granat lebih murah dibanding sekaleng Coca-Cola," kata Kapten Victor sambil membetulkan letak topi bajanya.

Victor, yang enggan menyebutkan nama belakangnya, juga pernah bertugas di kawasan perang lain, yaitu di Afganistan. Di Bangui, dia secara rutin memimpin 13 prajurit pasukan khusus Spanyol yang menjadi bagian Pasukan Gabungan Eropa (Eufor) berkekuatan 750 personel.

Pasukan Eufor ini dikerahkan pada April tahun lalu untuk melindungi penduduk kota Bangui yang dikecamuk perang saudara.

Perang saudara pecah di RAT setelah aliansi pemberontak anti-pemerintah, yang mayoritas anggotanya adalah milisi Muslim yang dikenal dengan nama Seleka, menggulingkan Presiden Francois Bozize dari kubu Kristen pada Maret 2013.

Pemberontakan itu kemudian disusul dengan serentetan pembunuhan, yang terutama menyasar penduduk sipil negeri miskin tersebut.

"Problem utama di sini adalah tindak kriminal yang tinggi. Kami tidak bisa mengatakan bahwa mereka adalah sebuah organisasi besar. Mereka hanya kelompok penjahat kecil yang pekerjaannya mencuri," ujar Victor.

Pasukan Spanyol secara rutin melakukan patroli di kawasan yang membatasi dua permukiman yang saling bermusuhan. Sisi barat ditempati komunitas Anti-balaka, sementara di sisi timur Seleka berkuasa.

Menurut Victor, kedua wilayah itu kerap terlibat kekerasan dan saling bunuh. Dalam bentrokan, mereka tak jarang menggunakan senjata api dan granat-granat super-murah itu.

Salah seorang anggota pasukan khusus Spanyol, Letnan Sergio, mengatakan, hal yang biasa menjadi ancaman di Timur Tengah adalah bom-bom rakitan yang ditaruh di pinggir jalan. Sementara itu, di Bangui, "musuh utama" tentara asing adalah granat tangan.

"Banyak granat buatan Tiongkok yang bisa didapatkan warga dengan mudah dan murah. Anda bisa menyuruh seorang bocah kecil membeli granat ke pasar. Dalam beberapa jam, dia akan membawakan granat itu untuk Anda," kata Sergio.

"Terlebih lagi, di saat mabuk, orang menjadi pemberani. Harga bir juga murah. Bir dan granat sebuah kombinasi mematikan," tambah Sergio.

Di Bangui, seorang anggota milisi Anti-balaka mengatakan bahwa dia bisa mendapatkan sebuah granat tangan buatan Tiongkok hanya dengan harga 1 dollar AS atau sekitar Rp 12.500.

Dia mengatakan, membeli granat sebagai sarana membela diri. Sebagai tindakan pengamanan, dia mengikat pin granat itu menggunakan plester.

Senjata dan amunisi buatan Tiongkok, Sudan, dan beberapa negara Eropa membanjiri RAT. Beberapa senjata diperoleh dari Angkatan Darat Nepal. Demikian dikatakan Jonah Leff, Direktur Operasi Eufor.

"Sejauh ini tidak jelas mengapa granat begitu mudah diperoleh dan bagaimana benda berbahaya itu bisa masuk ke RAT. Granat terkadang dijual lebih murah dibanding peluru senapan serbu AK-47," kata Jonah.

"Harga yang murah ini kemungkinan karena granat-granat tersebut merupakan sumbangan atau hasil penjarahan, dan bukan hasil dari pasokan resmi," tambah Jonah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Bloomberg
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com