Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons terhadap Ebola Sangat Lambat

Kompas.com - 03/12/2014, 22:54 WIB
Oleh Pascal S bin Saju

MONROVIA, KOMPAS.com — Lembaga amal medis, Dokter Lintas Batas (MSF), Selasa (2/12), menyatakan, respons internasional dalam mengatasi wabah ebola masih sangat lambat dan tertatih-tatih. Itu sebabnya, selain korban jiwa kian meningkat, wabah juga melumpuhkan ekonomi Afrika Barat.

Tiga negara paling terpukul di kawasan Afrika Barat adalah Liberia, Guinea, dan Sierra Leone. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Selasa, jumlah yang terinfeksi ebola telah menjadi 17.000 orang. Lebih dari 6.000 orang di antaranya tewas.

Peningkatan kasus ebola memperlihatkan bahwa tingkat keparahan wabah tidak terkendali. MSF mengatakan, gambaran lain tentang kian memprihatinkan cara penanganan dan lambatnya respons dunia atas wabah ebola ialah terjangkitnya lagi seorang dokter di Sierra Leone. Dia merupakan dokter ke-10 yang terinfeksi virus paling mematikan abad ini.

Dokter itu, Thomas Rogers, positif terjangkit setelah bekerja di Rumah Sakit Connaught di Freetown. Dia kini sedang dirawat intensif di sebuah klinik khusus di kota itu, sebagaimana diungkapkan juru bicara Kementerian Kesehatan Sierra Leone, Jonathan Abass Kamara, Selasa.
Tidak memadai

Tiga negara terparah yang dilanda virus ebola di Afrika Barat itu semuanya termasuk negara miskin dengan tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan sangat rendah. MSF mengatakan, sayangnya, negara-negara itu kini telah ditinggalkan tanpa bantuan yang memadai.

Menurut MSF, donor asing berkonsentrasi pada pembangunan klinik. Namun, mereka tidak memberikan dukungan tenaga medis yang andal untuk ditempatkan sebagai staf pusat. Kelompok ini mengulangi lagi seruannya kepada negara-negara di dunia supaya mau menyebarkan tim respons bencana-biologis tersebut.

Pernyataan MSF berbanding terbalik dengan laporan WHO dan PBB, yang mengatakan, respons global terhadap krisis ebola berhasil. ”Respons global berhasil mengubah situasi krisis menjadi lebih baik,” kata Kepala Misi Tanggap Darurat Ebola PBB Anthony Banbury di Freetown, Selasa.

Namun, Banbury mengatakan, sampai sekarang masih ada beberapa wilayah yang masih mengalami krisis serius. Sierra Leone belum memiliki fasilitas yang cukup di pusat perawatan untuk mengisolasi para pasien ebola. Namun, secara keseluruhan, prognosis atau perkiraan situasi dari gelombang penyakit mematikan itu mulai berubah ke arah lebih baik.
Ekonomi terpukul

Terkait dengan krisis ebola di Afrika Barat, Bank Dunia mengeluarkan lagi proyeksi pertumbuhan negara-negara yang dilanda wabah, Selasa. Dinyatakan, pertumbuhan ekonomi Guinea melambat, hanya 0,5 persen tahun ini atau turun dari 4,5 persen dari yang diharapkan sebelumnya.

Bank Dunia juga mengatakan, Sierra Leone mungkin hanya bisa mencapai pertumbuhan 4 persen, turun dari ekspektasi pra- krisis, yakni 11,3 persen. Adapun Liberia akan mengalami pertumbuhan 2,2 persen atau turun tajam dari 5,9 persen yang diproyeksikan sebelum krisis.

”Kami tidak perlu menunggu sampai ke titik nol. Mari kita mulai bekerja demi pemulihan ekonomi,” kata Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, dalam kunjungan ke Liberia, Selasa. Bank Dunia akan mendukung sektor pertanian agar bisa mengimbangi penurunan produksi.

Kim juga berencana mengunjungi Sierra Leone dan Guinea. Bank Dunia berjanji menggelontorkan hampir 1 miliar dollar AS kepada tiga negara di Afrika Barat tersebut.
Memprihatinkan

Kondisi faktual di lapangan di Sierra Leone jauh lebih memprihatinkan lagi. Otoritas terkait di negara ini telah mengisolasi ratusan ribu warganya dan memblokade satu distrik baru, distrik keenam, dengan lebih dari setengah penduduknya tidak boleh keluar rumah.

Distrik keenam yang diblokade ialah Distrik Tonkolili, Sierra Leone tengah. Wabah ebola di negara itu telah menyebabkan lebih dari 1.400 orang meninggal dengan ribuan warga lain terinfeksi dan masih dalam perawatan darurat.

”Sesuai hasil rapat para pemangku kepentingan dari kementerian kabinet, anggota parlemen, dan para kepala distrik, diputuskan untuk memblokade distrik ini selama dua minggu. Langkah itu adalah bagian dari upaya untuk mencegah penyebaran penyakit,” kata Kamara.

Dua distrik di bagian utara negara itu, Port Loko dan Bombali, ditutup dari semua jalur transportasi dan lalu lintas orang tanpa batas waktu. Hal yang sama dialami Distrik Moyamba di bagian selatan Sierra Leone sejak September lalu. Lebih dari satu juta orang berada di wilayah yang terkena pembatasan tersebut.

Karantina juga dilakukan terhadap dua distrik di timur, yakni Kenema dan Kailahun. Lebih dari tiga juta dari enam juta penduduk di dua wilayah itu dilarang keluar dari rumah. Mereka pun mengalami keterbatasan pangan dan pasokan obat-obatan. Sementara delapan distrik lain masih relatif aman.

Menurut WHO, wabah ebola di Sierra Leone telah menginfeksi 7.109 orang, dan 1.530 orang di antaranya meninggal. Virus ini dapat mematikan dalam beberapa hari. Perjalanan penyakit diawali dengan demam tinggi, nyeri otot yang parah, muntah, diare, dan dalam banyak kasus terjadi perdarahan internal dan eksternal yang tidak terbendung. (AFP/AP/REUTERS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com