Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntut Pemilu Langsung, Pelajar Hongkong Pilih Tidur di Jalan

Kompas.com - 29/09/2014, 22:23 WIB
HONGKONG, KOMPAS.com -  Para pelajar Hongkong mengerjakan pekerjaan rumah mereka di jalanan kota di saat mereka melanjutkan aksi menduduki pusat kota menuntut reformasi demokrasi.

Para pelajar Hongkong memulai "ketidaktaatan" massal ini sejak Jumat (26/9/2014), dengan aksi duduk untuk menguasai lapangan Tamar yang juga dikenal sebagai Lapangan Warga Negara.

Gerakan "Occupy Central with Love and Peace" kemudian memicu aksi unjuk rasa besar pada Minggu (28/9/2014) pagi yang bertujuan untuk melumpuhkan kawasan pemerintahan kota dan memberikan tekanan kepada pemerintah Beijing.

Meski sempat terjadi bentrokan dengan polisi, namun secara umum situasi unjuk rasa masih damai dan terkendali. Setelah sebuah insiden perusakan mobil polisi, sebuah catatan berisi permintaan maaf ditempelkan di mobil polisi yang rusak itu.

"Maaf, saya tidak tahu siapa yang melakukan ini namun kami bukan kelompok anarkis, kami hanya menginginkan demokrasi," demikian isi catatan itu. Para sukarelawan terlihat menyebarkan makanan dan air bersih. Mereka juga membersihkan sampah bekas makanan yang berserakan.

Di kawasan pemerintahan kota, para pelajar mengumpulkan botol-botol plastik untuk digunakan sebagai kaca mata sebagai pelindung dari semprotan merica atau gas air mata.

Ribuan orang berkemah di kawasan distrik Admiralty sebagai upaya menentang keputusan pemerintah China yang memutuskan warga Hongkong tak bisa memilih sendiri pemimpin mereka pada 2017. Beijing hanya mengizinkan politisi yang didukung pemerintah berlaga dalam pemilihan umum itu.

Gerakan ini disebut "Revolusi Payung" karena pengunjuk rasa menggunakan payung untuk menangkal serangan gas air mata dan semprotan merica yang digunakan polisi.

Pemerintah Beijing sudah menyebut aksi warga itu sebagai aksi ilegal dan mendorong pemerintah Hongkong melakukan tindakan tegas terhadap para pengunjuk rasa yang dianggap menentang Partai Komunis yang berkuasa.

Inggris mengembalikan Hongkong kepada China pada 1997 dengan level otonomi dan kebebasan yang tak bisa dinikmati warga China daratan dalam sistem yang disebut "satu negara dua sistem".

Bulan lalu Beijing menolak keinginan warga Hongkong untuk memilih sendiri pemilih kota itu pada 2017. Beijing hanya memperbolehkan warga memilih calon pemimpin yang disetujui pemerintah pusat. Kepala Eksekutif Hongkong dipilih 1.200 anggota komite dan harus disetujui pemerintah pusat China.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com