Militer Thailand memberlakukan undang-undang darurat di seluruh negeri sejak 20 Mei, dua hari sebelum melakukan kudeta tak berdarah yang mengakhiri unjuk rasa anti-pemerintah yang berlangsung selama beberapa bulan dan menewaskan sedikitnya 30 orang itu.
Akibat kudeta militer itu, Amerika Serikat dan Uni Eropa menurunkan level hubungan diplomatiknya dengan Thailand.
Letnan Jenderal Teerachai Nakwanit, panglima angkatan darat wilayah tengah yang meliputi kota Bangkok, mengatakan keputusan final untuk mencabut sebagian undang-undang darurat itu akan diketahui dalam beberapa hari ke depan.
"Kami harus melihat dampaknya terhadap sektor pariwisata dan situasi keseluruhan di negeri ini. Kami kemungkinan akan mencabut undang-undang darurat di beberapa provinsi," kata Teerachai.
PM Prayuth Chan-ocha, yang juga adalah pemimpin junta militer yang secara formal dikenal sebagai Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban (NCPO), harus menyetujui semua keputusan terkait undang-undang darurat.
Sejak undang-undang darurat diberlakukan, jumlah wisatawan menurun cukup signifikan. Pada Juli, jumlah wisatawan ke Thailand menurun 11 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Teerachai menambahkan, meski terdapat kemungkinan undang-undang darurat dicabut di kawasan wisata. Namun untuk ibu kota Bangkok dipastikan undang-undang ini tetap diberlakukan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.