Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ISIS Kubur Hidup-hidup Sejumlah Warga Yazidi

Kompas.com - 11/08/2014, 12:56 WIB
BAGHDAD, KOMPAS.COM — Kaum militan Negara Islam, yang sebelumnya bernama Negara Islam di Irak dan Suriah atau ISIS, membunuh sedikitnya 500 warga kelompok minoritas Yazidi Irak, mengubur beberapa orang hidup-hidup, dan menjadikan ratusan perempuan sebagai budak. Demikian kata seorang menteri Pemerintah Irak kepada Reuters, Minggu (10/8/2014).

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Irak Mohammed Shia al-Sudani menuduh ISIS—yang telah mengultimatum kelompok minoritas Yazidi yang mereka anggap sebagai "pemuja setan" untuk masuk Islam atau mati—merayakan "kekejaman keji" dengan bersorak-sorai dan mengacungkan senjata ke udara. Sejauh ini, belum ada konfirmasi independen tentang tuduhan tersebut.

Sepak terjang ISIS di Irak utara telah memaksa puluhan ribu orang melarikan diri. Gerak maju kelompok itu telah mengancam ibu kota wilayah otonom Kurdi dan memicu serangan udara AS di wilayah tersebut sejak Washington menarik pasukannya dari Irak pada akhir 2011.

Sudani mengatakan dalam sebuah wawancara per telepon bahwa berita tentang pembunuhan tersebut datang dari orang-orang yang melarikan diri dari kota Sinjar, sebuah tempat tinggal kuno kaum Yazidi, sebuah komunitas berbahasa Kurdi yang agamanya berbeda dari kaum Muslim dan para penganut agama lainnya.

"Kami mendapat bukti yang diperoleh dari warga Yazidi yang melarikan diri dari Sinjar dan beberapa orang yang lolos dari kematian, dan foto-foto tempat kejadian yang menunjukkan hal-hal yang tak dapat disangkal bahwa geng ISIS telah mengeksekusi sedikitnya 500 Yazidi setelah merebut Sinjar," kata Sudani.

"Sejumlah korban, termasuk perempuan dan anak-anak, telah dikubur hidup-hidup di kuburan massal yang tersebar di dalam dan sekitar Sinjar."

Presiden AS Barack Obama, Sabtu lalu, mengatakan bahwa serangan udara AS telah menghancurkan persenjataan ISIS, yang telah menguasai wilayah luas di Irak utara sejak Juni. Persenjataan ISIS itu bisa digunakan untuk menyerang Kurdi Irak. Namun, Obama memperingatkan, tidak ada pemulihan cepat untuk krisis yang mengancam Irak bisa terpecah belah.

Pemimpin politik Irak Kurdi, Masoud Barzani, mendesak sekutu-sekutunya untuk mengirim senjata guna membantu pasukannya dalam menghadap kaum militan ISIS, yang berbasis di perbatasan Suriah. Dalam kunjungan Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius, Barzani mengatakan, "Kami tidak melawan organisasi teroris, kami memerangi negara teroris."

Dalam sejumlah komentar yang tampaknya untuk menekan Washington agar meningkatkan respons terhadap ISIS, Menteri HAM Sudani mengatakan, "Teroris Negara Islam juga telah merenggut setidaknya 300 perempuan Yazidi sebagai budak dan mengunci beberapa orang dari mereka di sebuah kantor polisi di Sinjar dan memindahkan beberapa orang lainnya ke kota Tal Afar. Kami khawatir mereka akan membawa para perempuan itu ke luar negeri. Dalam sejumlah foto yang kami peroleh, ada foto tentang kematian warga Yazidi yang telah ditembak di kepala, sementara para petempur ISIS bersorak-sorai dan mengacung-acungkan senjata mereka di atas mayat-mayat itu," tambahnya. "Itu merupakan sebuah kekejaman yang keji."

Sebuah tenggat waktu berakkhir pada Minggu tengah hari kemarin terhadap 300 keluarga komunitas Yazidi, penganut agama yang dipengaruhi Zoroastrianisme dari Persia kuno, untuk masuk Islam atau mati. Masih belum jelas apakah para korban yang dirujuk Menteri HAM Irak itu berasal dari kelompok yang tenggat waktunya sudah habis itu.

Pesawat militer AS telah menjatuhkan pasokan bantuan bagi puluhan ribu warga Yazidi yang telah berkumpul di padang pasir dekat Gunung Sinjar. Mereka tengah mencari perlindungan dari kejaran militan ISIS. Laporan awal menunjukkan, serangan udara AS telah mendukung pasukan Kurdi dalam perjuangan mereka melawan kaum militan itu.

Sementara itu, di Vatikan, Paus Fransiskus mengadakan doa hening buat para korban konflik Irak, yang termasuk anggota minoritas Kristen, dalam pesan mingguannya pada hari Minggu kemarin. "Ribuan orang, di antaranya banyak orang Kristen, disingkirkan secara brutal dari rumah mereka. Anak-anak sekarat karena kelaparan dan kehausan saat mereka melarikan diri. Perempuan diculik, orang-orang dibantai, kekerasan dari segala jenis," katanya. "Semua ini sangat menyinggung Tuhan dan sangat melukai kemanusian."

Kecam Maliki

Ketika berbicara sebelum pesawat tempur AS menyerang kaum militan pada hari kedua, Sabtu, Obama mengatakan butuh lebih dari sekadar bom untuk memulihkan stabilitas. Ia mengecam pemerintahan Perdana Menteri Nuri al-Maliki yang berasal dari kalangan Syiah karena telah gagal berbagi kekuasaan dengan kaum minoritas Sunni Irak, yang mendominasi negara itu sebelum invasi AS tahun 2003.

Perancis bergabung dalam seruan agar para pemimpin yang berseteru di Irak membentuk sebuah pemerintahan inklusif yang mampu melawan militan. "Irak sangat membutuhkan pemerintah yang bersatu dan semua rakyat Irak harus merasa bahwa mereka terwakili dalam pemerintahan itu," kata Menteri Luar Negeri Perancis Fabius. "Semua rakyat Irak harus merasa mereka terwakili untuk ambil bagian dalam pertempuran melawan terorisme," katanya dalam konferensi pers dengan sejawatnya dari Irak di Baghdad.

Para pengecam Maliki mengatakan, agenda sektarian Perdana Menteri itu telah mendorong suku-suku Sunni ikut angkat senjata dan bergabung dengan ISIS. Namun, Maliki, yang menjadi seorang caretaker sejak pemilihan yang tak meyakinkan April lalu, telah mengabaikan desakan kalangan Sunni, Kurdi, sesama Syiah, Iran, dan para ulama penting Irak untuk menyingkir dari kekuasaan dan mendukung pemimpin baru yang bisa diterima semua pihak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Reuters
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com