Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dubes Palestina: Tak Ada Perang di Gaza, yang Ada Pembantaian

Kompas.com - 16/07/2014, 16:54 WIB
JAKARTA, KOMPAS.COM — Sedikitnya 200 warga Palestina telah tewas dan 1.000 lebih lain luka-luka dalam delapan hari terakhir serangan militer Israel di Jalur Gaza. Israel mengatakan, serangan tersebut untuk menghentikan militan Hamas menembakkan roket ke wilayah Israel.

Kekerasan terbaru itu berawal saat tiga orang remaja Yahudi diculik dan kemudian ditemukan tewas pada Juni lalu. Israel menuding Hamas sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan itu. Tak lama setelah itu, seorang pemuda Palestina diculik dan diduga telah dibakar hidup-hidup oleh orang-orang yang diperkirakan berasal dari kelompok Yahudi garis keras.

Terkait situasi terbaru di Palestina itu, wartawan Kompas TV, Timothy Marbun, mewawancarai Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz N Mehdawi, Senin (14/7/2014). Berikut adalah petikan wawancara tersebut.

Media tidak selalu bisa menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi di Palestina. Apa kondisi Gaza yang tidak terlihat di media?

Yang tidak kita lihat, orang selalu tertarik dengan angka. Kita sudah berhitung berapa angka martir di sana. Sudah lebih dari 200 orang, dan bangunan yang hancur juga sudah mencapai 200 lebih, lebih dari 5.000 warga tidak bisa tidur tadi malam. Ada lebih dari 1.000 orang terluka, jauh melebihi kemampuan fasilitas kesehatan kami. Masalah dengan kamera adalah tidak mampu menunjukkan bagaimana gambaran besarnya. Contohnya, menggambarkan Gaza. Gaza hanyalah sebidang tanah kecil. Lebar 10 kilometer dan panjangnya 35 kilometer. Jadi, hanya sekitar 350 kilometer persegi, jauh lebih kecil dari Jakarta. Itulah Gaza. Saat dimasuki 45.000 personel pasukan Israel, yang menguasai darat, laut, dan udara, ditambah lagi 2.000 pesawat tempur F-16 atau F-17 yang menjatuhkan bom di daerah kecil dengan penduduk 1,8 juta, maka di mana pun bom itu dijatuhkan, pasti warga yang jadi korban.

Seperti Anda ingin memukul seseorang yang botak, di mana pun anda memukulnya, pasti akan mengenai kulit kepalanya. Lalu, kondisi ini dibuat seakan terlihat seperti ada perang antara dua pasukan yang seimbang. Bukan itu keadaannya. Di Gaza, yang ada hanyalah penduduk sipil. Kami tidak ada tentara. Kami bahkan hampir tidak memiliki pasukan kepolisian untuk keamanan internal. Kami tidak memiliki pasukan yang bisa bertempur melawan tank dan persenjataan berat dari pasukan Israel, pasukan terbesar dan terbaik ke-4 dunia.

Bagaimana kami di Gaza bisa bertempur melawan pasukan sebesar itu? Jadi menunjukkan bahwa yang terjadi di Gaza adalah perang, itu tidak adil. Ini adalah pembantaian oleh pasukan yang sangat canggih dari negara Israel, melawan populasi sipil, yang bahkan tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Tidak ada cukup air di Gaza, pasokan listrik tidak memadai, bahkan warganya tidak bebas untuk keluar masuk dari Tepi Barat ke Gaza. Mereka semua hidup dalam kondisi yang sangat berat, ditambah lagi aksi militer.

Kemarin saya berbicara dengan mereka di telepon, dan mereka bilang mereka bahkan tidak bisa tidur karena serangan udara ini tidak berhenti. Mereka bilang rumah mereka seperti terkena gempa bumi, barang-barang berserakan, kaca pecah di lantai, meskipun bom tidak mengenai rumah mereka. Tragedi kemanusiaannya adalah mereka tidak punya pasokan makanan dan air yang cukup. Kehidupan sehari-hari mereka terhenti selama seminggu penuh.

Kamera tidak bisa menangkap ini, media tidak bisa menangkap ini. Karena ini membuat seluruh warga Gaza hidup di bawah belas kasihan siapa pun yang datang untuk membantu.

Gaza jadi berita saat serangan seperti ini terjadi. Di saat lain, seakan jadi tidak penting. Anda bisa berikan gambaran bagaimana kehidupan sehari-hari di Gaza?

Sayangnya, seluruh dunia memperlakukan Gaza dengan tidak adil. Salah satunya adalah dengan menggambarkan Gaza sebagai tanahnya Hamas yang penuh teroris, tentara sipil, roket, bangsa yang ingin menghancurkan bangsa Yahudi dan membinasakan Israel. Ini semua gambaran yang diberikan tentang Gaza. 

Sayangnya, beberapa negara menganggap ini benar, dan menyebarkannya demikian.

Hamas hanyalah sebuah organisasi politik yang memenangkan pemilu tahun 2006. Selain Hamas, ada 13 organisasi politik lain di Gaza. Mereka pun punya sistem milisi sendiri, tetapi bukan tentara profesional. Seluruh Gaza sudah dikuasai. Kami tidak memiliki perdagangan dengan bagian dunia mana pun. Kami tidak punya pelabuhan ataupun lapangan terbang. Kami hanya memiliki perbatasan Rafah dan terowongan bawah tanah.

Jadi bayangkan, dari mana pula kami bisa mendapatkan persenjataan militer yang canggih? Tidak ada. Yang mungkin ada hanyalah persenjataan lokal yang sederhana, dan sangat primitif. Tidak bisa membunuh atau melukai siapa pun. Kami akui, terkadang kami menembak ke arah mereka, tetapi itu murni untuk membela diri. Mana mungkin warga Gaza mau bunuh diri dan menerima keadaan yang buruk tanpa mencoba melawan? Tentu ada perlawanan, tetapi apakah sebanding dengan apa yang akan diterima? Tentu saja tidak. Kami hanya mencoba membela diri, dengan cara apa pun yang tersedia.  

Jadi kekuatan dari kedua pihak dalam konflik ini tidak seimbang. Tidak adil bila masyarakat berpikir kondisi ini seperti Afganistan, atau pihak mana pun, yang ingin membahayakan Israel.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com