Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy Didakwa Korupsi

Kompas.com - 02/07/2014, 13:27 WIB
PARIS, KOMPAS.COM — Mantan Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy, didakwa korupsi dan memperdagangkan pengaruh, kata sejumlah jaksa Perancis, Rabu (2/7/2014). Dakwaan itu merupakan sebuah langkah dramatis dalam penyelidikan pidana yang bisa menghancurkan harapan Sarkozy untuk kembali menjadi presiden negara itu.

Keputusan soal status Sarkozy itu ditetapkan setelah ia diinterogasi selama 15 jam. Hal tersebut juga menandai bahwa untuk kali pertama seorang mantan kepala negara Perancis ditahan dalam sebuah investigasi pidana.

Pemimpin sayap kanan itu telah ditahan di sebuah kantor polisi di pinggiran kota Paris sehubungan dengan dugaan adanya upaya ilegal untuk memengaruhi proses peradilan dalam salah satu rangkaian kasus korupsi yang melibatkannya.

Sarkozy tiba di kantor polisi di Nanterre dengan menumpang sebuah mobil sedan hitam berkaca gelap pada Selasa pukul 08.00 (atau pukul 13.00 WIB). Setelah interogasi yang panjang, mantan presiden itu dibawa pada Rabu dini hari ke hadapan seorang hakim. Di hadapan hakim, ia didakwa telah melakukan korupsi dan memperdagangkan pengaruh, demikian dikatakan kejaksaan dalam sebuah pernyataan kepada kantor berita AFP.

Jika terbukti bersalah atas tuduhan itu, Sarkozy bisa menghadapi hukuman penjara hingga 10 tahun.

Pengacara Sarkozy, Thierry Herzog, dan seorang hakim, Gilbert Azibert, ditahan sehari sebelumnya bersama seorang hakim lain, keduanya didakwa karena menjual pengaruh ketika tampil di sebuah pengadilan pada larut malam, kata pengacara masing-masing.

Para penyidik menuduh Sarkozy berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dari salah satu hakim itu terkait proses rahasia dalam kasus pembiayaan ilegal kampenye pemilu, dan bahwa Sarkozy telah diinformasikan oleh seorang tokoh senior ketika hakim menyadap ponselnya.

Sarkozy, 59 tahun, telah menghadapi persoalan hukum yang hampir tanpa henti sejak ia meninggalkan kursi kepresidenan setelah kalah oleh kandidat Sosialis, Francois Hollande, dalam pemilihan presiden tahun 2012.

Dia telah berharap untuk kembali ke panggung politik dengan mengikuti pemilihan presiden pada 2017, tetapi rencana tersebut bisa buyar setelah dia dituntut dalam kasus ini.

Sarkozy membantah keras bahwa ia telah melakukan kesalahan, dan para sekutunya dari spektrum politik kanan mengecam apa yang mereka lihat sebagai perburuan terhadap orang-orang mereka.

"Belum pernah terjadi seorang mantan presiden menjadi sasaran perlakuan seperti itu," kata Christian Estrosi, wali kota Nice dan anggota parlemen dari partai UMP pimpinan Sarkozy.

Juru bicara pemerintah, Stephane Le Foll, menegaskan bahwa para hakim dalam kasus tersebut telah bertindak independen. "Sistem peradilan sedang menyelidiki dan akan mengikuti kasus ini sampai akhir. Nicolas Sarkozy dapat diadili seperti halnya orang lain," kata Le Foll.

Kasus itu digulirkan setelah sejumlah hakim tengah menyelidiki dugaan bahwa mantan diktator Libya, Moammar Khadafy, menjadi sumber bagi biaya kampanye Sarkozy pada pemilihan presiden tahun 2007. Para hakim itu memperoleh otorisasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan kontroversial, yakni menyadap telepon mantan presiden itu.

Setelah empat bulan yang sia-sia, mereka akhirnya menemukan bahwa Sarkozy memiliki sebuah telepon rahasia yang terdaftar dengan menggunakan nama samaran. Rekaman dari perangkat itu mengarah ke penyelidikan baru bahwa Sarkozy memperdagangkan pengaruh.

Akar dari kasus itu adalah tuduhan bahwa Sarkozy telah dibantu untuk meraih kemenangan dalam pemilu tahun 2007, dengan dana 50 juta euro dari Khadafy dan sejumlah amplop berisi uang tunai dari wanita terkaya Perancis, Liliane Bettencourt, yang merupakan ahli waris L'Oreal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com