Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Bantuan untuk Anak-anaknya, Ibu Ini Membakar Diri...

Kompas.com - 04/04/2014, 12:17 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Sumber CNN

KOMPAS.com — Mariam Khaowleh mengerang pelan ketika perawat pelan-pelan memindahkan sedotan dari bibir Mariam yang kering. Seluruh tubuh perempuan ini tertutup perban.

Ini kisah seorang ibu dengan empat anak, yang mengungsi karena negaranya dilanda perang saudara. Mariam, perempuan berumur 40 tahun, terbakar dan luka parah karena begitu putus asa.

Mariam adalah satu dari sejuta pengungsi Suriah yang kini ada di Lebanon. Jumlah pengungsi ini setara dengan seperempat populasi Lebanon.

Suami Mariam, Ahmad al-Daher, hanya bisa melihat dari balik kaca. Wajah Ahmad bersaput shock dan sedih, begitu mendengar kata-kata Mariam.

"Aku memilih mati. Aku memilih mati daripada melihat anak-anakku mati sejuta kali di depanku," ujar Mariam, yang berbicara kepada Ahmad dan orang-orang di balik kaca, lewat interkom.

Hanya staf medis yang bisa masuk ke dalam ruangan tempat Mariam berbaring. "Sulit, sulit bagi seorang ibu memberi makan anak-anaknya," kata Mariam pelan.

"Mereka (para petugas yang menangani pengungsi) telah membakar hatiku. Mereka membakar hatiku sebelum mereka membakar tubuhku. Aku seperti serangga bagi mereka," lanjut Mariam.

Pengungsi Suriah

Badan PBB yang mengurusi pengungsi (UNHCR), Kamis (3/4/2014), menyebutkan ada satu juta pengungsi Suriah di Lebanon. Jumlah itu setara dengan seperempat jumlah penduduk Lebanon.

Jumlah pengungsi di Lebanon ini melejit 18 kali lipat dibandingkan tahun lalu yang hanya mencatatkan 18.000 orang. "Masuknya satu juta pengungsi akan terasa besar di negara mana pun,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi Antonio Guterres, dalam pernyataannya.

Angka ini telah membuat Lebanon menjadi negara dengan konsentrasi pengungsi per kapita tertinggi di dunia. Sejak diguncang perang saudara pada pengujung 2011, setidaknya 2,58 juta orang Suriah telah mengungsi berdasarkan data PBB. Selain Lebanon, negara lain dengan konsentrasi tinggi pengungsi Suriah adalah Jordania dan Turki.

PBB mengatakan pula bahwa sejak perang saudara meletus di Suriah, tak kurang dari 100.000 orang sudah tewas, sebagian besar adalah warga sipil. Staf PBB di Lebanon mendata rata-rata 2.500 pengungsi baru dari Suriah tiba di lebanon.

Target bantuan

Mariam adalah potret rasa frustrasi, terhina, dan putus asa dari para pengungsi Suriah. Penderitaan tak tertahankan ada pada diri wanita ini.

Bersama keluarganya, Mariam mengungsi ke Lebanon dari kota Homs di Suriah, hampir dua tahun lalu. Hidup sebagai pengungsi tidaklah mudah, apalagi untuk menyekolahkan anak-anak.

Tiga dari empat anak pasangan Mariam dan Ahmad punya kelainan darah yang membuat mereka sulit mencerna makanan tertentu. Melanggar pantangan makan akan memicu anemia hemolitik bagi tiga anak itu.

Keluarga ini mengandalkan bantuan untuk pengungsi. Namun, enam bulan lalu UNHCR dan Program Pangan Dunia melakukan penilaian kerentanan pengungsi.

Kesimpulan penilaian tersebut, 30 persen pengungsi seharusnya dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Bantuan pun kini menggunakan acuan sasaran bantuan.

Keluarga Mariam dan Ahmad tak masuk kelompok target itu. Benar, ada prosedur banding untuk tetap bisa mendapatkan bantuan. Prosedur banding itulah alasan Mariam berkali-kali datang ke pusat pendaftaran UNHCR di Tripoli, Lebanon.

"Aku pergi kepada mereka berkali-kali. Aku katakan, Anda telah membuat kesalahan," ujar Mariam. "Mereka membohongiku, mengejekku, (bahkan) meneriakiku, 'Keluar dari sini'," lanjut dia.

"Aku katakan kepada mereka. Jika Anda tak memberi saya apa pun, dari mana aku akan mendapatkannya?" kata Mariam. "Aku akan membakar diri. Bagaimana aku akan memberi makan anak-anakku? Rasakan sakitku. Rasakan apa yang ada di hatiku. Aku punya empat anak."

Mariam membakar diri

Saksi mata mengatakan pada satu siang Mariam tiba di luar pusat pendaftaran dan bertukar sapa dengan seseorang, kemudian dia menyiram diri dengan bensin. Dalam beberapa detik, badannya sudah sepenuhnya terbakar.

CNN menemui personel PBB di pusat pendaftaran dan penjaga di luar kantor itu. Mereka mengatakan Mariam tidak dianiaya. Namun, PBB mengatakan insiden ini sangat serius dan akan mendalaminya.

Mariam tercatat dalam data perlindungan UNHCR. Penilaian kondisi medis anak-anak dilakukan pada Januari 2014, tetapi mereka tak punya lembar permohonan dari keluarga tersebut.

UNHCR mengatakan, keluarga Mariam sudah pernah ditawari untuk tinggal di perumahan komunal. Tawaran itu ditolak dengan alasan mereka takut dengan keselamatan anak-anak perempuan mereka untuk tinggal di antara orang asing di perumahan itu.

PBB sekarang menindaklanjuti kelayakan keluarga ini untuk mendapatkan program pangan lagi dan biaya medis Mariam.

"Aku seorang ibu. Anak-anakku mulai pusing dan kekurangan makan. Seseorang bilang aku tak akan bisa lagi mengangkat kepala, yang lain bilang aku tak bisa menggerakkan kaki," ujar dia menyesali tindakan yang telah melukai fisik dan perasaannya.

"Hatiku terbakar untuk anak-anakku. Aku berharap Tuhan mengampuniku. Aku ingin suaraku sampai kepada semua ibu, ke semua orang yang memiliki hati nurani," ujar Mariam memohon.

"Aku ingin anak-anakku mandiri. Aku bekerja sangat keras untuk pendidikan mereka, aku banyak bekerja di kehidupan ini agar mereka dapat menempuh pendidikan di perguruan tinggi."

Ahmad, suami Mariam, menyeka matanya yang basah dan berlalu, begitu Mariam mengatakan dia tak ingin anak-anaknya melihat dia seperti ini. Mariam ingin anak-anaknya mengingat dia yang sebelumnya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNN
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com