Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengadilan Mesir Tolak Bebaskan Wartawan "Al-Jazeera"

Kompas.com - 01/04/2014, 00:28 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Sumber

KAIRO, KOMPAS.com — Setelah mengeksekusi mati 529 aktivis Ikhwanul Muslimin pada pekan lalu, Pengadilan Mesir pada Senin (31/3/2014) pun menolak permohonan pembebasan dengan jaminan untuk para wartawan jaringan televisi Al Jazeera.

Para wartawan ini dituduh menyebarluaskan kebencian, berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin, dan memicu kecaman internasional untuk Mesir. Atas tuduhan tersebut, para wartawan sudah menyampaikan penyangkalan.

"Tolong, keluarkan kami dari penjara. Kami lelah. Kami menderita di dalam penjara," kata Mohamed Fadel Fahmy, kepala biro Kairo dari Al Jazeera versi bahasa Inggris, kepada para hakim. Para wartawan ini sudah berada di penjara pemerintah sementara Mesir selama lebih dari 100 hari sejak ditangkap.

Pada akhir sesi, Fahmy mengatakan, "Kami di sini mewakili kebebasan berekspresi. Ini bukan hanya tentang kami." Para hakim memerintahkan dua terdakwa yang mengaku disiksa selama berada di penjara untuk diperiksa oleh dokter forensik independen. Sidang ditunda sampai 10 April 2014, tanpa ada jaminan apa pun untuk para terdakwa.

Dalam perkara ini, jakwa bersikeras bahwa para wartawan Al Jazeera tersebut telah berkolusi dengan Ikhwanul Muslimin. Mereka disebut telah menggambarkan situasi Mesir dalam kondisi perang saudara.

Atas tuduhan itu, Fahmy menolak disebut sebagai teroris ataupun anggota persaudaraan Ikhwanul Muslimin. Argumentasi Fahmy, dia adalah orang liberal yang bahkan minum alkohol.

Reporter asal Australia, Peter Greste, yang diperkarakan bersama Fahmy, membantah pula punya kaitan dengan Ikhwanul Muslimin. Dia mengatakan baru tiba di Kairo bersama rekan-rekannya, tak lebih dari dua pekan sebelum ditangkap.

Greste dan Fahmy ditangkap pada 29 Desember 2013 di sebuah hotel di Kairo yang menjadi kantor sementara biro Al Jazeera. Pengacara para terdakwa, Mokhles El-Salhy, mengatakan bahwa kliennya melakukan pekerjaan profesional dan obyektif saat ditangkap.

"Mereka meliput bentrokan antara demonstran dan pasukan keamanan, seperti semua saluran (televisi) lainnya. Mereka tidak membuat (bentrokan) itu atau mengarang itu," kata Salhy kepada AFP.

Perkara atas para wartawan televisi berbasis di Qatar ini ditengarai berlatar belakang ketegangan antara pemerintah sementara Kairo dan Doha, terkait penggulingan Presiden Muhammad Mursi pada Juli 2013. Qatar punya hubungan baik dengan Mursi dan Ikhwanul Muslimin.

Pemerintah sementara Mesir yang didukung militer menuding bahwa Qatar mendukung persaudaraan itu, termasuk melalui Al Jazeera. Pemerintah sementara Mesir juga melarang siaran dari jaringan pan-Arab setelah penggulingan Mesir.

Sidang ini digelar sehari setelah Menteri Dalam Negeri Mohamed Ibrahim menuduh editor Al-Jazeera membantu membocorkan dokumen intelijen rahasia. Ibrahim menuduh Amin Es-Serafi, sekretaris Mursi, membocorkan dokumen kepada Ibrahim Mohamed Hilal, yang Ibrahim sebut sebagai editor berita Al Jazeera dan anggota Ikhwanul Muslimin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com