KIEV, KOMPAS.com — Orang-orang tak dikenal menyerang wartawan. Mereka mengacungkan senjata dan merebut kamera. Saluran televisi lokal diblokir atau salurannya berganti isi siaran. Manajer hotel tempat wartawan menginap pun meminta penghentian siaran.
Rangkaian kata-kata itu adalah gambaran situasi lapangan yang terjadi di Crimea, Ukraina. Wilayah di semenanjung Laut Hitam ini sedang menjadi jantung konflik antara Moskwa di Rusia, Kiev di Ukraina, dan negara-negara Barat.
Saat detik jam bergeser mendekati gelagat perang, cerita tentang penganiayaan dan tekanan lokal menjadi berita utama. Seorang utusan PBB, misalnya, diancam orang-orang bersenjata dan diusir dari Ukraina. Sementara bagi warga Ukraina, mereka harus berpikir ekstra sebelum menjawab pertanyaan dari atasannya, "Anda mendukung Ukraina atau Rusia?"
Sementara itu, pengamat militer Eropa harus pula dihadang orang-orang bersenjata dan bertopeng. Salah satu di antara mereka berkata dalam bahasa Rusia, "Saya diperintahkan oleh Pemerintah Crimea untuk tak membiarkan siapa pun masuk."
Belum lagi, kamera keamanan di Simferopol, ibu kota Crimea, merekam gambar seorang jurnalis lepas Bulgaria dan asistennya diserang di tepi jalan. Ketika sadar sedang direkam, penyerang langsung membanting jurnalis itu ke tanah, menyambar peralatan kerja mereka, dan berakhir dengan menodongan pistol ke kepala wartawan itu.
Pemerintah Crimea yang pro-Moskwa setidaknya telah memblokir dua saluran televisi Ukraina, 1+1 dan Channel 5. Kepada CNN, pimpinan 1+1 mengatakan bahwa kini hanya saluran Channel One, stasiun televisi milik Pemerintah Rusia, yang mengudara di frekuensi milik mereka.
CNN pun tak ketinggalan kena bara. "Manajemen (hotel) datang dan mendekati kami, memberi tahu bahwa kami tak diizinkan lagi menyiarkan (berita) dari hotel ini," kata wartawan CNN Ann Coren. Diduga, hotel tersebut ditekan oleh Pemerintah Crimea pro-Moskwa atau oleh milisi lokal.
"Kami sudah beroperasi di sini lebih dari sepekan. Baik-baik saja, tidak ada masalah. Tapi jelas ada yang menekan manajer hotel, yang intinya menghentikan siaran dan menendang kami keluar," kata Coren. Dia pun berharap masih dapat menyiarkan berita dari sana.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.