Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Korban Perang Tak Pernah Menjadi Masa Lalu

Kompas.com - 09/02/2014, 10:53 WIB

Oleh: Maria Hartiningsih


KOMPAS.com
- Dalam perang, anak berada di baris terdepan sebagai korban. Mereka mengalami berbagai tindak kekejian. Tak banyak yang bisa lolos dan menemukan kehidupan baru.

Sebagian besar bertahan dengan beban psikologis yang dipikul sampai mati. Laporan investigasi PBB mencatat, anak-anak korban perang di Suriah mengalami kekerasan seksual di rumah tahanan pemerintah dan dipaksa bertempur.

Sebagian dari anak-anak itu juga disiksa dan digunakan sebagai perisai hidup warga sipil.

Diperkirakan sedikitnya 10.000 anak tewas sejak konflik bersenjata pecah pada Maret 2011 di Suriah. Pelanggaran berat terhadap anak itu dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik. Lebih dari 100.000 orang tewas dan jutaan orang lainnya telantar.

Menurut harian The New York Times (4/2/2014), dampak perang selama hampir tiga tahun terhadap anak-anak di Suriah itu dipaparkan diam-diam kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pekan lalu, ketika wakil Pemerintah Suriah dan oposisi bertemu di Geneva, Swiss, untuk perundingan damai yang difasilitasi PBB.

Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Isu Anak dalam Konflik Bersenjata Leila Zerrougui dijadwalkan bertemu Dewan Keamanan PBB pekan depan.

Laporan itu menyatakan, anak-anak mulai usia 11 tahun disekap di rumah tahanan pemerintah bersama orang dewasa. Menurut saksi mata, mereka disiksa agar anggota keluarga yang dicurigai punya hubungan dengan pihak oposisi mengaku dan menyerah.

Mereka mengalami ancaman dan tindakan pemerkosaan dan berbagai bentuk siksaan seksual, baik anak perempuan maupun laki-laki, serta siksaan fisik dan mental, termasuk dipaksa melihat kerabatnya disiksa.

Serdadu anak

Laporan itu juga menyatakan, Tentara Pembebasan Suriah (FSA) dari kelompok oposisi utama merekrut anak sebagai combatant. Tuduhan itu ditolak oleh juru bicara dewan militer tertinggi pihak oposisi, Omar Abu Leila (nama samaran). Namun, dikatakan, mungkin saja hal itu dilakukan pemberontak lain.

Laporan itu membuktikan, kekejian terhadap anak dalam perang tak pernah menjadi masa lalu. Data PBB mencatat, sedikitnya 300.000 anak di dunia saat ini dipaksa menjadi combatant.

Menurut para aktivis hak anak, Konvensi Hak Anak ataupun optional protocol-nya tak tegas dalam soal ini, terutama istilah combatant yang harus didefinisikan ulang. Anak-anak yang terlibat di dalamnya harus diperlakukan sebagai korban.

Ishmael Beah mengalami cuci otak, dipaksa bertempur dan membunuh dalam perang saudara tahun 1991-2002 di Sierra Leone. ”Dari anak yang takut suara tembakan, kami berubah menjadi penembak kejam,” ujar Beah, yang terpisah dari keluarganya pada usia 12 tahun seperti dikutip CNN (9/10/2012)

Antara tahun 1991-2002, kelompok pemberontak, seperti Front Pemersatu Revolusioner (RUF), mengindoktrinasi, memanipulasi ”semangat pejuang”, dan memaksa anak bertempur dalam perebutan kekuasaan di negara Afrika Barat yang kaya berlian itu. Kekejian perang itu tergambar baik dalam film "Blood Diamond" (2006).

Halaman:
Sumber KOMPAS
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com