Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sniper” Sasar Anak-anak Suriah

Kompas.com - 25/11/2013, 08:36 WIB

DAMASKUS, KOMPAS.COM - Sebanyak 11.420 anak tewas akibat konflik Suriah, termasuk korban penembak jitu (sniper). Anak-anak itu juga sering menjadi target eksekusi dan penyiksaan baik oleh petugas rezim Damaskus, milisi propemerintah, maupun pasukan kubu oposisi.

Demikian laporan terbaru yang dirilis Oxford Research Group (ORG) yang berbasis di London, Inggris, pada Sabtu (23/11). Dilaporkan, sebagian besar anak di Suriah yang tewas selama perang saudara, dan kini masih berkecamuk, akibat serangan bom dan granat di lingkungan mereka.

Suriah membutuhkan para pejuang terlatih yang bisa menyelamatkan warga sipil dari berbagai risiko yang mematikan. Laporan ORG bertajuk ”Stolen Futures—the Hidden Toll of Child Casualties in Syria” memeriksa data sejak konflik pecah pada Maret 2011 hingga Agustus 2013.

Dari sekitar 11.420 korban berusia maksimal 17 tahun terdapat 389 orang tewas akibat tembakan senjata oleh penembak jitu (sniper). Sekitar 764 anak korban eksekusi dan lebih dari 100 orang, termasuk anak-anak berusia satu tahun, telah disiksa.

Korban anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan, yakni sekitar 2 : 1. Menurut ORG, anak laki-laki berusia 13-17 tahun paling banyak menjadi korban dari pembunuhan yang ditargetkan itu.

Jumlah anak korban pembunuhan terbanyak terjadi di wilayah administrasi Provinsi Aleppo. Di wilayah provinsi ini ada 2.223 anak yang dilaporkan tewas akibat perang saudara itu.

Salah satu peneliti yang membuat laporan tersebut adalah Hana Salama. Dia mengatakan, bagaimana anak-anak tersebut dibunuh dan di mana mereka dibunuh amat tergantung pada keadaan di wilayah mereka, entah di rumah, di tengah komunitas mereka, atau di tempat lain.

”Bom menarget rumah dan komunitas mereka, atau saat anak-anak melakukan aktivitas harian seperti ketika mengantre makanan atau di sekolah,” kata Salama. ”Anak-anak terkena peluru tajam, target penembak jitu, dieksekusi, bahkan karena gas beracun, dan disiksa,” ujar Salama menambahkan.

Data ORG itu diperoleh dari kelompok-kelompok masyarakat sipil Suriah yang merekam berbagai kasus pembunuhan terhadap anak-anak. Data yang dilaporkan itu pun hanya meliputi korban yang namanya diketahui, serta kasus-kasus di mana penyebab kematian teridentifikasi.

Masih belum lengkap

ORG mengatakan, jumlah korban dilaporkan masih belum lengkap. Sebab, akses untuk mencapai beberapa daerah masih sangat sulit. Jumlah kematian yang dilaporkan itu masih sementara.

”Terlalu dini untuk mengatakan, laporan itu tinggi atau rendah,” kata ORG.

Konflik di Suriah telah memiliki ”efek bencana” yang luar biasa terhadap anak-anak. ORG menyerukan semua pihak untuk menahan diri dari tindakan yang menargetkan warga sipil dan bangunan seperti sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah.

Di antara rekomendasinya itu, ORG meminta akses dan proteksi bagi jurnalis dan relawan yang hendak merekam setiap kejadian di Suriah. Sekitar 120.000 orang tewas akibat konflik Suriah yang telah terjadi dalam dua tahun dan delapan bulan ini. Sekitar dua juta orang telah melarikan diri keluar Suriah dan separuh di antaranya adalah anak-anak.

Sementara itu, tujuh oposisi yang selama ini berperang melawan rezim Presiden Bashar al-Assad bergabung menjadi satu kekuatan. Mereka sepakat membentuk satu gerakan besar, Gerakan Islam, yang bertujuan untuk mendirikan negara Islam.

Gerakan itu meliputi kekuatan militer dan sosial dan menamakan dirinya Front Islam. Tidak diketahui pasti apa perbedaan kelompok ini dengan kelompok oposisi lainnya, seperti Koalisi Nasional Suriah (SNC).

Juru bicara Front Islam, Abu Harith, mengatakan, faksinya merupakan bentuk alternatif dari SNC. Mereka menilai SNC tidak mementingkan keinginan rakyat. (BBC/AFP/REUTERS/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com