Kabar ini diperoleh majalah Time dalam wawancara dengan salah satu anggota pengurus rumah tangga Pangeran Charles.
Editor majalah terbitan AS itu, Catherine Meyer, mewawancarai lebih dari 50 orang kawan dekat Pangeran Charles dan para stafnya dalam tulisan menjelang ulang tahun ke-65 Charles yang jatuh bulan depan.
Selain itu, Catherine juga mendapat sesi khusus wawancara dengan sang pangeran.
Dari hasil wawancara itu, Mayer menyimpulkan, Charles menyadari saat dia menerima mahkota kerajaan maka dia harus meninggalkan sederet kegiatan dan proyek yang sudah dikerjakannya selama bertahun-tahun.
"Dia sangat jauh dari menginginkan mahkota. Dia sudah merasakan beban dan dampaknya terhadap semua pekerjaan yang sudah dilakukannya," kata Mayer.
Dalam tulisannya itu, Mayer menambahkan, selama ini publik salah menduga bahwa Charles dianggap sudah tak sabar lagi menjadi raja Inggris.
Tulisan di majalah Time ini membuat juru bicara Clarence House, istana tempat tinggal resmi Pangeran Charles, harus membuat bantahan.
"Itu bukan pandangan resmi Pangeran Wales dan tidak seharusnya dianggap sebagai perkataan beliau karena dia tidak pernah mengatakan hal itu," kata juru bicara Clarence House.
"Pangeran sangat mendukung ratu sepanjang hidupnya dan semua tugas serta kegiatan amal yang dilakukannya selalu ditujukan untuk mendukung ratu," tambah juru bicara itu.
Pangeran Charles kehilangan popularitasnya sejak kematian mantan istrinya, Putri Diana, dalam kecelakaan lalu lintas di Paris pada 1997. Namun, belakangan popularitas Pangeran Charles mulai membaik.
Meski demikian, sejumlah jajak pendapat menunjukkan bahwa sebagian besar warga Inggris menginginkan Pangeran William (31) bisa "melompati" ayahnya untuk menduduki takhta Kerajaan Inggris.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan