Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Sadap Telepon 35 Pemimpin Dunia

Kompas.com - 25/10/2013, 10:53 WIB
WASHINGTON, KOMPAS.COM — Saat Gedung Putih sedang bergulat dengan tuduhan bahwa AS telah menyadap ponsel Kanselir Jerman Angela Merkel, klaim baru mencuat yaitu bahwa AS memata-matai 35 pemimpin dunia.

Telepon-telepon para pemimpin dunia itu dipantau setelah Badan Keamanan Nasional (National Security Agency /NSA) AS diberi nomor-nomor telepon pribadi para pemimpin tersebut oleh para pejabat AS lainnya. Hal itu terungkap dalam sebuah memo tahun 2006 yang dibocorkan kepada harian Inggris, The Guardian, oleh mantan staf NSA, Edward Snowden. Berdasarkan laporan Guardian itu, pejabat senior di badan-badan dan departemen penting AS seperti Gedung Putih, Departemen Luar Negeri dan Pentagon didorong untuk menyerahkan daftar kontak para kepala negara asing kepada badan intelijen itu dalam rangka memfasilitasi penyadapan telepon tersebut.

Gedung Putih menyangkal secara samar praktik tersebut. "Kami tidak akan berkomentar secara terbuka untuk setiap dugaan kegiatan intelijen tertentu, dan sesuai kebijakan, kami telah menjelaskan bahwa Amerika Serikat mengumpulkan data intelijen asing dari jenis-jenis yang dikumpulkan oleh semua bangsa," kata juru bicara Gedung Putih.

Berdasarkan berita sebelumnya, NSA telah memata-matai pemimpin Meksiko, Brasil, dan terakhir Jerman yang membuat AS begitu malu. Merkel pun telah secara terbuka mengecam AS terkait hal itu.

Terbongkarnya praktik mata-mata itu juga berdampak pada negosiasi yang sensitif dengan Jerman dan negara-negara Uni Eropa lainnya terkait perdagangan bebas dan kesepakatan berbagi data.

Mantan Menteri Luar Negeri AS Madeleine Albright saat berbicara pada sebuah panel yang diselenggarakan sebuah lembaga thin tank Washington beberapa jam sebelum kasus ponsel Merkel terungkap, mengatakan bahwa merupakan praktik yang normal bagi bangsa-bangsa untuk memata-matai satu sama lain. "Bisa saya katakan begini, hal ini bukan sesuatu yang mengejutkan orang. Negara memata-matai satu sama lain."

Namun, dia mengatakan penyingkapan oleh Snowden, yang kini menjadi buron di Rusia, tetap menimbulkan bahaya serius bagi Amerika dan membuat upaya-upaya diplomatik jauh lebih sulit. "Ini pendapat pribadi saya, memuji Snowden merupakan kesalahan. Saya berpikir bahwa apa yang telah dia dilakukan merupakan tindak pidana dan telah sangat melukai kami."

Di kalangan para pengamat diplomatik dan intelijen reaksi terkait kasus itu bercampur. Beberapa orang menyoroti kerusakan dan rasa malu yang ditimbulkan, yang lain mencatat bahwa spionase antarnegara, bahkan antara teman karib, merupakan praktik standar.

"Sama sekali tak ada yang mengejutkan dalam kasus ini," kata John Schindler, profesor di US Navy War College dan, yang seperti Snowden, merupakan mantan analis National Security Agency. "Ini merupakan apa yang badan intelijen seharusnya lakukan. Perancis melakukan hal yang persis sama. Semua orang melakukan hal ini. Hanya saja NSA lebih baik ketimbang banyak negara lain dalam hal ini. Ini merupakan kebalikan dari telekomunikasi modern," kata Profesor Schindler. "Semua negara maju punya kemampuan modern. Hal itu selalu diarahkan ke negara-negara asing di mana mereka punya kepentingan ekonomi dan politik."

Namun, para pemimpin Eropa tampaknya tidak percaya dengan gagasan bahwa kegiatan tersebut merupakan hal standar. Hari Kamis Merkel menegaskan keberatannya dan para pemimpin Swedia, Austria, dan Italia membuat pernyataan publik untuk menegaskan kemarahan mereka. "Kami inginkan kebenaran," kata Perdana Menteri Italia, Enrico Letta, kepada wartawan.

Laporan The Guardian itu tidak menyebutkan pemimpin negara mana saja yang teleponnya disadap AS. Namun dokumen-dokumen yang dibocorkan Snowden tampaknya menunjukkan bahwa sasarannya adalah para pemimpin negara-negara sahabat AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com