Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malala Yousafzai, Putri Milik Dunia

Kompas.com - 13/10/2013, 09:41 WIB


KOMPAS.com — Di hati jutaan warga dunia dan berita-berita utama media massa internasional, Malala Yousafzai (16) adalah unggulan peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2013.

Gadis yang berani menantang Taliban sejak usia 11 tahun dan terus diancam untuk dibunuh itu telah menjadi tokoh global hak-hak anak perempuan atas pendidikan sekaligus simbol perlawanan terhadap pembodohan, kemiskinan, dan terorisme.

Andai Hadiah Nobel Perdamaian 2013 diberikan kepadanya, ia akan menjadi penerima Hadiah Nobel termuda dari semua kategori penghargaan prestisius itu.

Namun, dalam wawancara dengan Christiane Amanpour dari CNN, Minggu (6/10/2013), Malala mengatakan, terlalu pagi kalau hadiah itu diberikan kepadanya. Ia merasa belum banyak berbuat.

”Masih banyak pihak yang lebih pantas menerimanya,” ujar Malala seperti dikutip kantor berita AFP (9/10/2013).

Malala mengatakan, Organisasi untuk Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) lebih layak menerima Hadiah Nobel Perdamaian 2013. Melalui akun Twitter atas nama Malala Fund, ia langsung memberikan ucapan selamat kepada OPCW atas ”kerja luar biasa untuk kemanusiaan”. Ia juga mengaku merasa terhormat sudah dinominasikan.

Sejumlah penghargaan

Meski demikian, keputusan Komite Nobel Norwegia untuk tak memberikan hadiah itu kepada Malala tetap mengecewakan banyak pihak, kecuali Taliban, yang terus berusaha memburu dan membunuh Malala. Juru bicara Taliban, Shahidullah Shahid, memuji komite dan menyatakan keputusan itu sebagai ”berita yang sangat baik” (NBC News, 11/10/2013).

Ketika dukungan kepada Malala sebagai penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2013 menguat, pihak Taliban kembali menyebar ancaman terhadap sulung dari tiga bersaudara itu.

”Kalau Malala terus menyebarkan propaganda negatif melawan Taliban dan mengikuti ideologi sekuler, pejuang Taliban akan menanti kesempatan berikut untuk membidiknya,” ujar Shahid.

Namun, Malala kini telah menjadi ”putri milik dunia”, istilah yang diciptakan sang ayah, Ziauddin Yousafzai, saat usia Malala masih dini. Sejak penembakan brutal (9/10/2012) dan pemulihan yang menakjubkan tiga bulan kemudian, Malala telah menerima sejumlah penghargaan perdamaian.

Sebelum menerima Sakharov Prize, penghargaan tertinggi bidang hak asasi manusia dan kebebasan berpikir dari Uni Eropa (10/10/2013), ia menerima Reach All Women (RAW) in War, Anna Politkovskaya Award 2013 (4/10/23013), juga Hadiah Perdamaian Anak Internasional 2013 (9/9/2013). Bulan Mei, The Oklahoma City Memorial & Museum di AS menganugerahkan Reflections of Hope Award 2013 kepada Malala dan ayahnya atas keuletan mereka mendukung hak perempuan atas pendidikan.

Ziauddin pun ditunjuk sebagai penasihat pendidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tanggal lahir Malala, 12 Juli, ditetapkan sebagai Hari Malala oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Namun, Malala yang tampil mengesankan di depan Forum Majelis Kaum Muda di Markas Besar PBB, New York, saat itu, menjelaskan, ”Hari Malala bukanlah hariku. Hari ini adalah milik setiap perempuan, setiap anak laki-laki, dan setiap anak perempuan yang berani menyuarakan hak-hak mereka.”

The Malala Fund didirikan atas nama Malala dan keluarganya, dipersembahkan untuk pendidikan dan pemberdayaan anak perempuan di Pakistan dan di seluruh dunia. Di Lembah Swat, daerah paling konservatif di bagian barat laut Pakistan, 50 persen anak perempuan tidak sekolah. Kata Malala, satu dari 10 anak di dunia yang tidak bersekolah ada di Pakistan.

Terus diancam

Pihak Taliban juga mengancam akan membunuh penjual buku I Am Malala di Pakistan. Dalam buku itu (terbit Oktober 2013), Malala menulis, ”Aku berharap orang di seluruh dunia tahu bahwa banyak anak sulit mendapat akses pada pendidikan. Aku bercerita tentang diriku, yang juga merupakan kisah 61 juta anak di dunia yang tak punya akses pada pendidikan. Aku ingin menjadi bagian dari kampanye hak anak perempuan dan laki-laki untuk bersekolah. Itu adalah hak dasar mereka.”

Malala menjadi sasaran pembunuhan setelah terungkap identitasnya sebagai penulis blog untuk BBC Bahasa Urdu tahun 2009. Ia menulis dengan nama samaran Gul Makai atau Bunga Jagung.

Di blog itu ia menentang seluruh larangan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan serta melakukan advokasi terbuka bagi pendidikan anak perempuan. Kepada CNN tahun 2011 ia menyatakan, ”Aku punya hak atas pendidikan, hak bermain, menyanyi dan menari, pergi ke pasar, aku punya hak bicara dan berpendapat. Aku tak mau masa depanku hanya duduk di ruangan, dikurung empat dinding, memasak dan punya anak. Itu bukan kehidupan yang kuinginkan.”

Taliban membantah telah membidik Malala karena mempromosikan pendidikan bagi anak perempuan.

”Taliban tak menentang pendidikan anak perempuan kalau sesuai syariat Islam,” ujar Shahid.

PBB mencatat, Taliban telah menghancurkan 170 sekolah antara tahun 2007 dan 2009 sejak menguasai distrik di utara Pakistan, yang semula dikenal sebagai wilayah paling kreatif dan bebas. Tahun 2009, Taliban melarang anak perempuan di Lembah Swat bersekolah.

Ancaman nyata

Meski penembakan Malala menebar protes, senator dan pemimpin Partai Islam Jamaah Islamiyah di Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, Ibrahim Khan, mengatakan, ”Dia sekarang digunakan Barat untuk memotret citra Pakistan yang kejam dan antiperempuan.”

Namun, bahaya yang mengancam guru dan murid di Pakistan sangat nyata. CNN (18/7/2013) melaporkan, seorang perempuan guru ditembak di depan anak laki-laki ketika ia sedang mengendarai mobilnya ke sekolah perempuan, awal musim panas lalu. Bulan Maret, seorang kepala sekolah dibunuh dan murid-muridnya terluka saat sebuah bom dilempar ke halaman sekolah perempuan di Karachi.

Pada Januari, lima guru dibunuh di dekat kota Swabi di Provinsi Khyber Pakhtunkhwa. Juni lalu, bom bunuh diri meledakkan satu bus berisi 40 anak perempuan dalam perjalanan menuju kampus di Quetta, menewaskan 14 di antaranya.

Awal 2009, masyarakat dikejutkan oleh video dari Swat yang memperlihatkan Taliban menghukum cambuk seorang gadis 17 tahun atas tuduhan melakukan hubungan tak senonoh dengan laki-laki (The Gazette, 9/10).

”Kalau mereka dapat memburu gadis kecil seperti Malala, Taliban bisa memburu siapa pun,” ujar pemandu acara televisi, Hamid Mir (BBC News Magazine, 7/10/2013).

Dalam wawancara dengan Jon Stewart dalam The Daily Show BBC (10/10/2013), Malala mengatakan, ia sadar, dirinya menjadi target Taliban saat usianya 12 tahun. ”Namun, aku lebih khawatir tentang ayahku,” ujarnya.

Kalau Taliban menyerbu ke rumahnya, ”Aku akan mengatakan tentang pentingnya pendidikan. Aku juga menginginkan pendidikan untuk anak-anak kalian. Itu saja. Sekarang, lakukan yang hendak kalian lakukan.”

Jawaban itu membuat Stewart terpana dan untuk beberapa saat kehilangan kata-kata.... (MARIA HARTININGSIH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com