"Situasinya kurang lebih sama dengan negara-negara lain di Kepulauan Pasifik, di mana banyak laguna yang dibiarkan tidak tersentuh sebagian besar warga di sekitarnya," katanya.
Bagi banyak orang, mungkin tampak membingungkan melihat laguna-laguna yang masih alami itu tidak pernah dimanfaatkan. Namun, menurut Afoa, anomali ini berakar dari budaya masyarakat setempat yang enggan berada di sekitar air.
"Ketika beranjak dewasa, saya dilarang bermain di air karena bisa tenggelam. Alasan lain karena di laut ada ikan sehingga kita dilarang menceburkan diri dan ketiga beberapa kawasan memang dikenal sebagai lokasi yang tabu atau suci sehingga tidak diperbolehkan berenang di sana," tuturnya.
Afoa menjadi penyelenggara rangkaian Kejuaraan Renang Samoa bulan lalu, termasuk Kejuaraan Triathlon Samoa pertama yang diikuti perenang dari Selandia Baru, Australia, dan juga perenang lokal.
Rangkaian kejuaraan renang ini merupakan bagian dari kampanye yang lebih besar, termasuk kejuaraan balap laut dan ajang lomba renang di laguna yang ditujukan untuk mendorong warga setempat gemar olahraga renang.
"Salah satu kesenangan saya pribadi adalah melihat anak-anak muda setempat mencelupkan diri ke air, khususnya mereka yang sebelumnya belum pernah berenang," ungkapnya.
Afoa mengatakan, warga Samoa memang memiliki keterikatan sejarah dengan air yang dituangkan dalam cerita legenda mengenai kesatria-kesatria laut dan warga yang mampu berenang dari satu pulau ke pulau lain, tetapi cerita-cerita itu sudah lama hilang.
"Jadi, sejarah mengenai kepulauan di Pasifik telah berganti dengan kehidupan modern dan kami berusaha untuk merangkul situasi sekarang ini dengan mendorong warga lokal untuk berenang."