Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lagi, Israel Berencana Perluas Permukiman Yahudi di Tepi Barat

Kompas.com - 13/08/2013, 06:33 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Sumber Reuters
JERUSALEM, KOMPAS.com — Israel, Senin (12/8/2013), menyebutkan, 26 nama tahanan Palestina yang akan mereka bebaskan pada pekan ini di bawah kesepakatan yang memungkinkan berlanjutnya pembicaraan damai Palestina-Israel. Namun, iktikad baik pembicaraan damai itu terancam ternoda oleh rencana Israel memperluas pembangunan permukiman Yahudi di kawasan Tepi Barat.

Ke-26 tahanan Palestina ini merupakan gelombang pertama dari 104 tahanan yang dijanjikan akan dibebaskan Israel terkait rencana dimulainya kembali pembicaraan damai kedua negara. Pembicaraan damai yang bulan lalu dimulai di Washington, Amerika Serikat, merupakan inisiatif yang bermula dari diplomasi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry.

Rencana Israel melanjutkan perluasan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dikutuk oleh PBB dan Uni Eropa, yang menyebut rencana itu sebagai langkah ilegal. Sementara warga Palestina berpendapat, rencana itu lagi-lagi merupakan upaya provokasi Israel untuk membuat Palestina menarik diri dari pembicaraan damai.

Sebaliknya, sebagian kalangan di Israel juga marah dengan rencana pemerintahnya membebaskan para tahanan Palestina terkait pembicaraan damai kedua negara. "Pemerintah yang memalukan, perdana menteri dan pendukungnya yang memalukan," kecam Zvia Dahan, warga Israel di laman Facebook. Ayah Zvia tewas terbunuh pada 1994 dan satu dari tiga pembunuh ayahnya menjadi salah satu yang masuk daftar tahanan Palestina yang dibebaskan.

Keputusan membebaskan 26 tahanan ini dibuat Pemerintah Israel pada Minggu (11/8/2013) malam. Bagi warga Palestina, para tahanan ini adalah pahlawan yang dipenjara Israel dengan tuduhan pembunuhan dalam kurun 1985 sampai 1994.

Untuk membujuk kelompok garis paling kanan di koalisi pemerintahannya, Israel pada Minggu (11/8/2013) juga mengumumkan rencana membangun 1.187 tempat tinggal baru bagi warga Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat. Wilayah ini dikuasai Israel setelah perang enam hari pada 1967.

Dikutip dari saluran televisi Channel 10 Israel, 900 rumah lain juga direncanakan dibangun di Beit Jallah di dekat Betlehem. Namun, seorang pejabat di Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam tanggapannya mengatakan bahwa proyek itu belum dikerjakan.

Tentangan pun langsung dilontarkan oleh kepala perunding Palestina, Saeb Erekat. "Mereka yang melakukan ini bermaksud merusak negosiasi perdamaian, bertekad memaksa orang-orang seperti kita meninggalkan meja perundingan," ujar dia kepada Reuters.

Sementara Kerry di sela kunjungan resmi ke Kolombia mengatakan kepada para wartawan bahwa Israel dan Palestina harus tetap melanjutkan perundingan damai. Menurut dia, yang harus digarisbawahi adalah pentingnya melanjutkan perundingan dan melakukan perundingan itu sesegera mungkin.

"(Barulah) mencari solusi lagi untuk perselisihan soal permukiman dan isu lain," ujar dia di Bogota, Senin (12/8/2013). Soal permukiman itu sendiri, Kerry menyatakan dengan tegas, "Amerika Serikat memandang semua permukiman itu ilegal."

Seorang juru bicara kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengatakan, "Permukiman Israel di Tepi Barat ilegal berdasarkan hukum internasional dan mengancam solusi dua negara bagi konflik warga Israel dan Palestina menjadi tidak mungkin (terwujud)."

Eduardo del Buey, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, mengatakan, "Permukiman di wilayah-wilayah pendudukan adalah ilegal, mereka ilegal dan tetap akan ilegal."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Reuters
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com